BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Revolusi
Tiongkok adalah peristiwa terbesar kedua dalam sejarah umat manusia, yang
kebesarannya hanya dapat diungguli oleh Revolusi Bolshevik 1917. Jutaan
manusia, yang sampai saat itu telah diperlakukan seperti binatang-binatang
pemikul beban imperialisme, mematahkan rantai imperialisme dan kapitalisme, dan
menapaki panggung sejarah dunia.
Revolusi
Tiongkok Pertama 1925-1927 adalah sebuah revolusi proletarian yang otentik.
Tetapi revolusi tersebut gugur sebelum waktunya karena kebijakan-kebijakan
keliru yang diinstruksikan Stalin dan Bukharin, yang menempatkan klas pekerja
Tiongkok di bawah borjuasi yang konon demokratis pimpinan Chiang Kai-shek.
Partai Komunis Tiongkok (PKT) melebur ke dalam Kuomintang (KMT). Bahkan, Stalin
mengundang Chiang Kai-shek untuk menjadi anggota Komite Eksekutif Komunis
Internasional (Komintern).
Kebijakan
pembawa malapetaka ini menyebabkan kekalahan yang katastrofik pada tahun 1927
ketika sang “borjuis-demokrat” Chiang Kai-shek mengorganisir pembantaian
terhadap orang-orang Komunis di Shanghai. Penghancuran klas pekerja Tiongkok
menentukan watak Revolusi Tiongkok selanjutnya. Sisa-sisa Partai Komunis
melarikan diri ke pedesaan. Di sana mereka mulai mengorganisir perang gerilya
berbasis kaum tani. Secara fundamental ini mengubah jalannya Revolusi.
B.
Rumusan
Masalah
Tujuan: untuk lebih sistematis, maka
kami akan merumuskan masalah-masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini,
diantaranya adalah:
1. Analisislah
jalannya Revolusi Agraria di Tiongkok?
2. Analisislah
Tokoh/kaum nasionalisme pada masa Revolusi Agraria?
3.
Pengetahuan yang didapat mahasiswa
ketika mempelajari Revolusi di Cina?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka kami akan memberikan beberapa
tujuan dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah:
1. Untuk
mengetahui jalannya Revolusi Agraria di Tiongkok.
2. Untuk
mengetahui tokoh/kaum nasionalisme pada masa Revolusi Agraria.
3. Untuk
mengetahui pengetahuan apa saja yang didapat mahasiswa ketika mempelajari
revolusi di Cina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jalan
Revolusi Agraria
Pada Juli 1946, dengan dukungan aktif
imperialisme AS, Kuomintang menjerumuskan Tiongkok ke dalam perang sipil
besar-besaran dengan kebrutalan yang tiada taranya dalam sejarah Tiongkok.
Chiang Kai-shek meluncurkan sebuah ofensif kontra-revolusioner melawan TPR. Ia
telah melakukan persiapan seksama, dan pada waktu itu KMT mempunyai pasukan
sebanyak hampir tiga setengah kali lipat daripada TPR. Sumber-sumber
materialnya pun jauh lebih unggul. Ia mempunyai akses ke industri-industri
modern dan sarana-sarana komunikasi modern, yang justru tidak dimiliki oleh
TPR. Secara teoritis, seyogyanya Chiang dapat meraih kemenangan dengan mudah.
Pada tahun pertama perang sipil (Juli
1946-Juni 1947), Kuomintang berada pada posisi ofensif dan TPR terpaksa berada
dalam posisi defensif. Mula-mula pasukan-pasukan Chiang bergerak maju dengan
cepat, menduduki banyak kota dan daerah yang dikontrol oleh TPR.
Pasukan-pasukan KMT mencapai sesuatu yang nampak sebagai sebuah kemenangan yang
menentukan tatkala mereka merebut ibukota TPR, Yenan. Banyak pengamat
menganggap hal ini sebagai pertanda kekalahan yang menentukan bagi TPR. Tapi
anggapan ini tidak tepat. Berhadapan dengan rintangan yang sama sekali tidak
menguntungkan, Mao memutuskan untuk melakukan penarikan-mundur yang strategis.
Mao mengambil keputusan untuk tidak berupaya mempertahankan kota-kota besar
dengan pasukan-pasukan yang kurang unggul. Alih-alih ia berkonsentrasi pada
daerah-daerah pedesaan, di mana ia mempunyai basis yang solid di kalangan kaum
tani; dari sana ia dapat mengumpulkan-kembali dan mengkonsentrasikan
pasukan-pasukannya untuk melancarkan serangan balik.
Kegagalan disadari kaum imperialis AS dan
Chiang Kai-shek adalah bahwa senjata paling efektif yang ada di tangan TPR
bukanlah senapan atau tank, tetapi propaganda. TPR menjanjikan kepada kaum tak
bertanah dan kaum tani yang kelaparan bahwa dengan berjuang untuk TPR mereka
akan bisa merebut tanah pertanian dari para tuan-tanah. Dalam hampir semua kasus,
daerah pedesaan sekitar dan kota-kota kecil telah berada di bawah kontrol TPR
jauh sebelum kota-kota besarnya. Inilah asal-muasal teori Mao, “Desa Mengepung
Kota”.
Ketika Stalin mengubah garis Komintern
dari kebijakan-kebijakan ultra-kiri “Periode Ketiga” (1928-34) menjadi
kebijakan-kebijakan oportunis frontisme-popular, Mao merevisi program
agrarianya. Ia meninggalkan kebijakan sebelumnya yang radikal, yakni “tanah
bagi penggarap”, dan menggantikannya dengan kebijakan yang lebih moderat, yakni
penurunan harga sewa tanah. Ia mempunyai gagasan untuk memenangkan dukungan
dari “para tuan-tanah yang progresif”. Tapi, setelah 1946 ia mengubah lagi
kebijakannya.
Kebijakan agraria yang selanjutnya
adalah lebih radikal daripada kebijakan agraria dalam periode 1937-45, yang
melibatkan penurunan bunga pinjaman dan harga sewa daripada reformasi agraria
yang menyeluruh; tetapi taktik-taktik baru ini dimaksudkan bersifat gradual dan
disesuaikan dengan kondisi-kondisi setempat. Mao masih bermaksud
mengikutsertakan kaum menengah-kaya yang patriotik dalam ‘front-persatuan yang
sangat luas’ yang ingin dia pertahankan. Baru setelah beberapa tahun kaum
Komunis mengontrol daerah tersebut, semua tanah didistribusikan ulang; untuk
sementara reforma tidak boleh mempengaruhi lebih dari sepersepuluh penduduk.
Mao juga menyebabkan pemberlakuan kembali ‘tiga aturan disiplin’ dan ‘delapan
pokok perhatian’; dalam satu atau lain bentuk, ini telah mengekspresikan selama
hampir dua puluh tahun penghormatan terhadap penduduk sipil dan pencegahan
terhadap penjarahan, yang membedakan Tentara Merah dari semua tentara yang
pernah dilihat kaum tani Tiongkok pada masa silam, dan sangat berkontribusi
dalam memenangkan dukungan penduduk.” (Stuart Schram, Mao Tse-Tung,
p.242.)
Di setiap desa, TPR mendistribusikan
tanah kepada kaum tani. Tetapi mereka selalu menyisakan sejumlah kapling –
untuk prajurit-prajurit dari tentara Chiang Kai-shek. Para prajurit KMT yang
tertangkap tidak dibunuh atau diperlakukan buruk, sebaliknya mereka diberi
makan dan diberi perawatan medis, dan kemudian diberi pidato-pidato politik
yang mengutuk rezim Chiang Kai-shek yang korup dan reaksioner. Kemudian para
tawanan dikirim pulang untuk menyebarkan pesan di kalangan kaum tani dan
prajurit-prajurit lainnya bahwa TPR bermaksud mendistribusikan tanah para
tuan-tanah kepada kaum tani.
Dengan menjanjikan tanah kepada kaum
tani, TPR berhasil memobilisir kaum tani dalam jumlah yang sangat besar agar
dapat digunakan untuk bertempur dan menyediakan dukungan logistik. Ini terbukti
sangat efektif. Tentara Chiang barangkali mengalami tingkat desersi tertinggi
dari tentara manapun dalam sejarah. Artinya, kendati banyak jatuh korban, TPR
sanggup untuk terus bertempur dengan pasokan rekrutmen baru yang konstan.
Semasa Kampanye Huaihai saja mereka mampu memobilisir 5.430.000 kaum tani untuk
bertempur melawan pasukan-pasukan KMT. Stuart Schram menunjukkan bahwa TPR bertambah
besar secara dramatis.
Semasa 1945 pasukan-pasukan militer yang
berada di bawah komando Tentara Rute VIII dan Tentara Baru IV telah meluas dari
jumlah sekitar setengah juta menjadi sekitar satu juta orang. Pasukan
Kuomintang kira-kira empat kali lebih banyak dari jumlah tersebut. Pada
pertengahan 1947, setelah setahun perang sipil berskala besar, perbandingannya
bergeser dari satu banding empat menjadi satu banding dua.” (Stuart Schram, Mao
Tse-Tung, hlm. 242.)
Clausewitz mengutarakan bahwa perang
adalah kelanjutan dari politik dengan cara lain. Politik memainkan peran yang
sangat penting dalam setiap perang, terutama dalam perang sipil. Kendati pihak
Amerika (seperti biasanya) mempertahankan fiksi bahwa ini merupakan perang
antara “Komunisme dan Demokrasi”, faktanya boneka Tiongkok mereka, Chiang
Kai-shek, adalah seorang diktator yang brutal. Akan tetapi, barangkali di bawah
tekanan Washington, Chiang berpura-pura memperkenalkan sejumlah “reforma
demokratis” dalam rangka membungkam para pengkritiknya di dalam dan di luar
negeri.
Ia mengumumkan sebuah konstitusi baru
dan Majelis Nasional yang baru, yang tentu saja menyisihkan kaum Komunis. Mao
segera mengutuk “reforma-reforma” tersebur sebagai sebuah penipuan.
Massa-penduduk lebih menaruh perhatian pada korupsi yang merajalela dalam
pemerintahan, serta kekacauan politik dan ekonomi: khususnya hiperinflasi yang
masif, yang mengakibatkan jatuhnya standar-standar hidup. Ada protes-protes
mahasiswa yang besar di seluruh negeri terhadap imperialisme.
Di daerah-daerah yang dikontrol oleh
pasukan-pasukan Nasionalis, rezim Teror Putih berkuasa. Chiang mengadopsi
taktik yang persis sama dengan para penyerang Jepang: membakar, menjarah,
memperkosa, dan membunuh. Jutaan pria dan wanita, muda dan tua, dibantai. Ini
memberikan kepada mereka kebencian penduduk dan justru makin memperkuat
dukungan bagi TPR
Secara teori, pihak Nasionalis masih
memiliki satu keunggulan yang besar daripada TPR. Di atas kertas, mereka
menikmati keunggulan yang nyata baik dalam jumlah personel maupun senjata.
Mereka mengontrol wilayah dan penduduk yang jauh lebih besar daripada seteru
mereka. Mereka juga menikmati dukungan internasional yang sangat besar dari AS
dan Eropa Barat. Tapi itu hanya teori saja. Realitas di lapangan sangat
berbeda. Pasukan-pasukan Nasionalis menderita karena tidakadanya semangat juang
dan merajalelanya korupsi – yang sangat mengurangi kemampuan mereka untuk
bertempur; dan dukungan sipil terhadap mereka telah runtuh.
Pasukan-pasukan Nasionalis yang
mengalami demoraliasasi dan tidak berdisiplin meleleh di hadapan derap-laju
yang tak terbendung dari Tentara Pembebasan Rakyat. Mereka menyerah atau
melarikan diri, meninggalkan begitu saja persenjataan mereka. Penawanan atas
sejumlah besar pasukan KMT memberikan kepada TPR tank, artileri berat, dan aset-aset
persenjataan-gabungan lainnya yang dibutuhkan untuk meneruskan operasi-operasi
ofensif di sebelah selatan Tembok Besar. TPR bukan hanya mampu merebut
kota-kota Kuomintang yang memiliki pertahanan yang sangat kuat, tapi juga
mengepung dan menghancurkan formasi-formasi pasukan gerak-cepat Kuomintang,
seratus ribu atau beberapa ratus ribu pada saat yang bersamaan. Pada April 1948
mereka merebut kota Luoyang, yang memutus pasokan bagi tentara KMT dari Xi'an.
TPR mampu meneruskan kontra-ofensif,
yang memaksa Kuomintang meninggalkan rencananya untuk melakukan serangan umum.
Setelah merebut senjata dalam jumlah yang sangat besar, TPR mampu memperbaiki
kemampuan militernya, membentuk artileri dan kesatuan teknis-nya sendiri, serta
menguasai taktik untuk menyerang titik-titik sasaran yang memiliki pertahanan
yang kuat. Sebelum ini, TPR tidak mempunyai pesawat tempur atau tank, tapi
segera sesudah ia membentuk artileri dan kesatuan teknis yang lebih unggul
daripada yang dimiliki tentara Kuomintang, ia sanggup melancarkan bukan hanya
pertempuran gerak cepat (mobile warfare) tetapi juga pertempuran
posisional (positional warfare). Menurut perkiraan Mao sendiri. Perubahan
situasi militer ini benar-benar sukar dipercaya. TPR, yang selama
bertahun-tahun kalah dalam jumlah, pada Juli-Desember 1948 akhirnya beroleh
keunggulan atas pasukan Kuomintang dalam jumlah tentara. Ini adalah jumlah yang
diberikan Mao pada waktu itu.
Pada tahun pertama, 97 brigade, termasuk
46 brigade yang sama sekali dihancurkan; dalam tahun kedua, 94 brigade,
termasuk 50 yang sama sekali dihancurkan; dan dalam paroh pertama tahun ketiga,
menurut perhitungan yang tidak lengkap, 147 divisi, termasuk 111 divisi yang
sama sekali dihancurkan. Dalam enam bulan ini, jumlah divisi musuh yang sama
sekali dihancurkan adalah 15 lebih banyak dari jumlah keseluruhan dalam dua
tahun sebelumnya. Front musuh secara keseluruhan runtuh sama sekali. Pasukan
lawan di Timur Laut telah sepenuhnya dihancurkan, mereka yang di sebelah utara
Tiongkok akan segera dihancurkan, dan di sebelah timur Tiongkok dan Dataran
Tengah hanya ada beberapa pasukan musuh yang tersisa. Pemusnahan pasukan utama
Kuomintang di sebelah utara Sungai Yangtse sangat memudahkan penyeberangan yang
akan dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat dan perjalanannya ke selatan
untuk membebaskan seluruh Tiongkok. Seiring dengan kemenangan pada front
militer, rakyat Tiongkok telah mencetak kemenangan-kemenangan menakjubkan pada
front politik dan front ekonomi. Karena alasan ini, opini publik dunia luar, termasuk
seluruh pers imperialis, tidak lagi memperdebatkan kepastian kemenangan di
seantero negeri dari Perang Pembebasan Rakyat Tiongkok.” (Carry the
Revolution through to the end, December 30, 1948, Mao, SW, volume IV, p.
299).
Tidak ada alasan untuk tidak mempercayai
bahwa secara substansial perkiraan ini akurat. Semua sejarahwan borjuis
menerima bahwa pada periode tersebut pasukan-pasukan Chiang sedang terpukul
mundur dalam kondisi yang kacau-berantakan dan bahwa TPR dengan cepat kian
bertambah besar dan kuat.
B.
Tokoh
Nasionalisme Pada Masa Revolusi Agraria
1. Mao Zedong
Mao Zedong Lahir di sebuah keluarga petani miskin, sejak kecil Mao harus
bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi
keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan di masa kecil itu banyak
mempengaruhi kehidupannya kelak. Ketika kecil, Mao dikirim untuk belajar di
sekolah dasar. Pendidikannya sewaktu kecil juga mencakup ajaran-ajaran klasik
Konfusianisme. Tetapi pada usia 13 tahun, ayahnya menyuruhnya berhenti bersekolah
dan menyuruhnya bekerja di ladang-ladang.
Mao memberontak dan bertekad ingin menyelesaikan pendidikannya sehingga ia
nekat kabur dari rumah dan melanjutkan pendidikannya di tempat lain.Pada tahun
1905, ia mengikuti ujian negara yang pada saat itu mulai menghapus paham-paham
konfusianisme lama; digantikan oleh pendidikan gaya Barat. Hal ini menandakan
permulaan ketidakpastian intelektual di Cina.
Pada tahun 1911, Mao terlibat dalam Revolusi Xinhai yang merupakan revolusi
melawan Dinasti Qing yang berakibat kepada runtuhnya kekaisaran Cina yang sudah
berkuasa lebih 2000 tahun sejak tahun 221 SM. Tahun 1912, Republik Cina
diproklamasikan oleh Sun Yat-sen dan Cina dengan resmi masuk ke zaman republik.
Mao lalu melanjutkan sekolahnya dan mempelajari banyak hal antara lain budaya
barat. Pada tahun 1918 ia lulus dan lalu kuliah di Universitas Beijing. Di sana
ia akan berjumpa dengan para pendiri PKT yang berhaluan Marxis.
Selaku remaja usia muda, Mao secara pasti menganut paham kiri dalam
pandangan politiknyadan dia betul-betul menjadi Marxis tulen. Tetapi
peningkatannya menuju puncaktertinggi kepemimpinan partai berjalan lambat,
sehingga baru di tahun 1935 dia menjadi ketua partai. Sementara itu, secara
keseluruhan pun Partai Komunis China jalannya merangakak, berliku-liku, dalam usahanya memegang kekuasaan.
Sejak masa akhir Dinasti Qing sampai masa awal periode Republik
(1911-1949), Tiongkok mengalami kejutan luar biasa dari luar dan usaha untuk
reformasi internal secara besar-besaran. Masyarakat berada dalam gejolak yang
memilukan. Banyak intelektual dan orang-orang dengan pemikiran yang bijaksana
ingin menyelamatkan negara dan rakyat, tetapi di tengah-tengah krisis dan
kekacauan nasional, kekhawatiran mereka tumbuh, pada awalnya dari kekecewaan
yang kemudian menjadi ke-putus asa-an sepenuhnya. Seperti orang sakit yang
sembarangan mencari dokter, mereka mencari solusi di luar Tiongkok. Ketika cara
Inggris dan Perancis gagal, mereka berpaling pada metode Rusia. Karena ingin
cepat berhasil, mereka tidak ragu-ragu untuk meramu obat yang paling keras
untuk penyakitnya, dengan harapan Tiongkok bisa menjadi kuat dengan cepat.
Gerakan 4 Mei pada 1919 adalah cermin yang jelas dari ke-putus asa-an ini.
Sebagian orang memilih tindakan anarkis, sebagian lain mengusulkan untuk
membuang doktrin-doktrin Konghucu, dan yang lainnya lagi menyarankan untuk
mengadopsi kebudayaan asing. Secara singkat, mereka menolak kebudayaan
tradisional Tionghoa dan menentang doktrin Konghucu yang mengambil jalan
tengah. Karena ingin mengambil jalan pintas, mereka menjalankan pemusnahan dari
semua hal yang bersifat tradisional. Pada satu sisi kelompok radikal tidak
mempunyai cara untuk menjalankan negara, pada sisi lain mereka percaya
sepenuhnya pada pendapat mereka sendiri. Mereka merasa dunia tanpa harapan, dan
percaya bahwa hanya dengan diri sendiri barulah mereka bisa menemukan cara yang
benar bagi perkembangan masa depan Tiongkok. Mereka bernafsu untuk melakukan revolusi dan kekerasan.
Pengalaman yang berbeda menyebabkan perbedaan pada teori, prinsip dan jalur
di antara beberapa kelompok. Akhirnya sekelompok orang bertemu dengan
penghubung Partai Komunis dari Uni Soviet. Ide "menggunakan kekerasan
untuk menduduki kekuasaan politik" dari teori Marxisme-Leninisme, menarik
bagi pikiran resah mereka dan sesuai dengan keinginan mereka untuk menyelamatkan
negara dan rakyat. Maka mereka memperkenalkan Komunisme, suatu konsep yang
sangat asing ke negeri Tiongkok. Ada 13 orang wakil yang menghadiri kongres
pertama PKC. Setelah itu, sebagian meninggal, sebagian melarikan diri, sebagian
bekerja untuk kepentingan kubu Jepang dan menjadi pengkhianat, dan sebagian
keluar dari PKC untuk bergabung dengan Kuomintang (Partai Nasional, yang
selanjutnya kita sebut KMT). Pada 1949, ketika PKC berkuasa, hanya Mao Zedong
(Mao Tse Tung) dan Dong Biwu yang masih tersisa dari 13 anggota Partai semula.
Tidak jelas pada waktu itu apakah pendiri-pendiri PKC menyadari bahwa
"dewa penyelamat" yang mereka perkenalkan dari Uni Soviet sebenarnya
adalah makhluk jahat, dan obat yang mereka dapatkan untuk menguatkan negara
sebenarnya adalah racun mematikan.
Partai Komunis Rusia yang baru saja memenangkan revolusi, terobsesi untuk
menggarap Tiongkok. Pada tahun 1920, Uni Soviet mendirikan Biro Timur Jauh di
Siberia yaitu sebuah cabang dari Komunis Internasional (Internationale) Ketiga,
atau Komintern (Comintern). Ia bertanggung jawab untuk mengatur pendirian
Partai Komunis di Tiongkok dan negara lainnya. Begitu didirikan, wakil deputi
biro Grigori Voitinsky tiba di Beijing dan menghubungi barisan depan komunis Li
Dazhao. Li mengatur pertemuan Voitinsky dengan pemimpin komunis lainnya, Chen
Dixiu di Shanghai. Pada bulan Agustus 1920, Voitinsky, Chen Dixiu, Li Hanjun,
Shen Xuanlu, Yu Xiusong, Shi Cuntong dan lainnya memulai persiapan dari
pendirian PKC.
Pada Juni 1921, Zhang Tailei tiba di Irkutsk - Siberia, untuk menyerahkan
proposal pendirian PKC sebagai cabang dari Komintern kepada Biro Timur Jauh.
Pada 23 Juli 1921, dengan bantuan Nikolsky dan Maring dari Biro Timur Jauh, maka
secara resmi terbentuklah PKC. Sejak itu gerakan Komunis diperkenalkan ke
Tiongkok sebagai uji coba, dan sejak itu PKC memposisikan dirinya di atas
segalanya, menaklukkan segalanya sehingga membawa bencana tanpa akhir bagi
Tiongkok.
Pemikiran Marxis Mao sendiri mulai terbentuk setelah ia membaca tiga buku
penting, yaitu: Manifesto Komunis terjemahan Chen Wang-tao, Pertarungan Kelas
oleh Karl Kautsky dan Sejarah Sosialisme oleh Kirkupp. Edgar Snow
menyebut periode pemikiran ini sebagai periode Marxis, karena ideide pikirannya
belum dapat diterima oleh masyarakat (Snow, 1944: 156). Pemikiran Mao sering
disebut sebagai “Maoisme”. Dalam bukunya Mao and The Chinese Revolution,
Chen Jerome menyatakan bahwa istilah ini secara salah telah dipopulerkan oleh
para pelajar dari Universitas Harvard dalam tulisantulisan mereka untuk
menunjuk kepada pemikiran-pemikiran Mao.
Pemikiran Mao pada dasarnya merupakan gabungan pemikiran dari tokoh-tokoh
sebelumnya (bukan hanya kaum Marxian), yang disesuaikannya dengan situasi
objektif negara Cina dan dipadukan dengan pengetahuan intelektual dan
pengalaman-pengalaman perjuangan revolusinya, sehingga menjadi suatu konsep
pemikiran yang sangat pragmatis dan luwes berlaku di Cina. Pemikiranpemikiran
Marxis Mao inilah selanjutnya yang disebut sebagai Maoisme (Ch’en, 1967: 3-4).
Secara global, pemikiran politik Mao terlihat dalam pandangannya tentang “garis
massa” yang terkenal dengan semboyan “dari massa, untuk massa”. Ia menyatakan
dengan tegas bahwa: suatu kebijakan politik partai dapat disebut bagus hanya
jika gagasannya secara murni berasal dari massa yaitu petani dan pekerja, dengan
memperhitungkan kepentingan dan keinginan mereka (Wang, 1976: 55). Implementasi
kebijakan tersebut, sebagus apapun tetap harus mendapat dukungan dari massa Mao
berangkat dari teori pengetahuan Marx, bahwa pengetahuan diperoleh dari praktek
(pengalaman) dalam masyarakat yang muncul karena adanya kontradiksi-kontradiksi
di dalamnya.
Kontradiksi diartikan sebagai perbedaanperbedaan pandangan di antara massa,
baik individu ataupun kelompok. Pendapat-pendapat ini merupakan wujud dari
keinginan-keinginan rakyat, yang selanjutnya dibawa kepada level yang lebih
tinggi (kader-kader partai) untuk dicari pemecahannya. Setelah dianalisa dan
disusun secara sistematis dibawa lagi ke tingkat yang lebih tinggi (pusat)
untuk menentukan solusi yang tepat bagi persoalan tersebut. Menurut John
Lewis proses ini meliputi tahapan-tahapan: persepsi, pengumpulan
pendapat-pendapat, pengambilan keputusan partai, dan tahap implementasi.
Para kader partai membuat daftar terhadap pandangan-pandangan yang muncul
dari dalam massa yang belum teratur dan belum sistematis, kemudian
gagasan-gagasan tersebut mereka pelajari untuk dilaporkan kepada kewenangan
yang lebih tinggi. Berdasarkan laporan kader tersebut pemegang kekuasaan yang
lebih tinggi memberi masukan ataupun instruksi dan dikembalikan lagi kepada
massa, pada tahap ini pendidikan politik dan propaganda-propagandanya terus
dilakukan oleh kader yang berada di tengahtengah massa. Dan ketika massa merasa
memiliki gagasan-gagasan tersebut, kemudian diterjemahkan ke dalam gerakan yang
nyata (Lewis, 1963: 72). Menurut Mao ini bukanlah tahap terakhir, karena untuk
selanjutnya proses ini harus diulangi beberapa kali sehingga setiap kali
gagasan-gagasan menjadi lebih baik. Konsep ini membutuhkan kerja sama antara
pemimpin dan massa agar saling belajar, saling memberi dukungan, dan selalu
terjadi dialog antara pemimpin dan yang dipimpin. Tiga subjek utama yang
terlibat adalah politbiro sebagai pemimpin tertinggi, kader-kader partai
sebagai level menengah dan massa sebagai tingkat terendah (Gray &
Cavendish, 1968: 225).
Konsep garis massa menjadi alat monitoring terhadap elit birokrat dan
kecenderungan mereka untuk mengatur massa melalui partai dan sanksi-sanksi yang
tidak jelas (Lewis, 1963: 84-86). Meskipun partai adalah pemimpin massa, namun kedudukannya
tidak lebih tinggi dari massa. Digambarkan Mao hubungan antara partai dengan
massa seperti ikan dan air, antara massa dan partai saling membutuhkan (Chen,
1970: 56). Pemikiran-pemikiran Mao tentang manusia bisa dikatakan lebih moralis
bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh Marxis yang lain. Manusia bukanlah suatu
“produk yang sudah jadi”, ia dipengaruhi oleh lingkungan di sekelilingnya,
terutama pendidikan. Melalui pendidikan, kesadaran sosial seseorang dapat
dibentuk Berbeda dengan Marx ia menolak pendapat Marx yang menyatakan bahwa
masing-masing individu telah ditentukan kebutuhan-kebutuhan dan
kepentingan-kepentingannya berdasarkan sifat kelasnya.
Menurut Mao, keanggotaan seseorang dalam suatu kelas dapat berubah, ia
dapat dibentuk menjadi manusia baru melalui “pendidikan-kembali” (re-edukasi).
Mao ingin menyatakan bahwa apa yang selama ini dinyatakan sebagai
"takdir" adalah omong kosong, manusia berhak sepenuhnya atas
hidupnya, dan berhak untuk menentukan dan mengubah kehidupannya.
Pandangan ini mendasari konsepnya tentang voluntarisme, bahwa keinginan dan
kebulatan tekad manusia pada akhirnya akan mampu melalui segala rintangan untuk
menuju dunia yang lebih baik (Wang, 1977: 41-46). Digambarkan oleh Mao dalam
puisinya tentang seorang orang tua yang berusaha memindahkan pegunungan dengan
berdasar keyakinan, ketekunan dan kekerasan hati. Puisi ini sangat populer pada
masa-masa revolusi kebudayaan.
Tindakan dan keputusan-keputusan Mao yang moralis telah mengubah teori
"materialisme-dialektik" Marx, menjadi
"moralisme-dialektik". Belajar dari pengalaman Lenin, Mao
menyimpulkan bahwa transformasi fisik (sarana-sarana produksi) tanpa diimbangi
dengan transformasi moralitas masyarakat, tidak akan menjamin kelanggengan
masyarakat baru. Bentuk-bentuk kesadaran sosial harus diubah sama sekali dan
harus mempunyai landasan yang kuat. Oleh karena itu pemikiran-pemikiran
sosialis harus ditanamkan kepada masyarakat dan dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-sehari hingga menjadi way of life (Wertheim, 1974: 335).
Setelah simplifikasi yang dilakukan Lenin, Marxisme di tangan Mao semakin
kehilangan unsur-unsur spesifiknya, antara lain tentang kritik kapitalisme,
perkembangan industrialisasi, perjuangan kelas, dan diktator proletariat. Mao
pun meninggalkan hukum-hukum deterministik Marxisme. Menurutnya setiap
masyarakat berkembang sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi ekonomi,
sosial, dan politiknya. Karena kondisi objektif masing-masing masyarakat unik,
maka tidak ada satupun perkembangan masyarakat yang berjalan mengikuti teori
keniscayaan sejarah Marx. Bukan tujuan ditentukan sejarah melainkan kehendak
revolusioner yang menentukan sejarah.
Menurut Mao, revolusi yang merupakan suatu bagian integral dari perubahan
sosial adalah suatu proses kontinyu. Terjadinya revolusi tergantung dari
ada tidaknya kehendak revolusioner massa dan adanya suatu bangunan partai yang
kuat. Revolusi Mao adalah salah satu dari sekian tahap perubahan masyarakat
yang direncanakan, dan akan terus berlangsung hingga tercapainya sosialisme
sebagai cita-cita akhir masyarakat. Mao tidak menentukan berapa lama suatu
revolusi akan berlangsung, ia hanya menyatakan bahwa revolusi akan berakhir
ketika sosialisme telah tercapai di seluruh negara di dunia. Inilah revolusi
permanen.
Reformasi Agraria, Rencana Pembangunan Lima Tahun, Lompatan Jauh ke Depan,
serta Revolusi Kebudayaan adalah serangkaian gerakan revolusi permanen pada
masa pemerintahan Mao. Kontinyuitas dalam gerakan revolusi diperlukan untuk
menjaga kesatuan tujuan dan kesamaan kehendak antara pemerintah dan
rakyat. Menurut Mao, penggulingan pemerintahan lama dan pengalihan
alat-alat produksi kepada proletariat saja belum cukup untuk terwujudnya
masyarakat baru, kecuali telah terbentuk suatu konsep yang sama dalam pikiran
masyarakat.
2. Chiang
Kai-shek
Chiang Kai-Shek (31 Oktober 1887 - 5 April 1975)
adalah seorang pemimpin politik dan militer Cina abad ke-20. Chiang adalah
seorang anggota berpengaruh di Partai Kuomintang
(KMT), atau Partai Nasionalis. Ia juga merupakan sekutu dekat Sun Yat-sen.
Ia menjadi Komandan
Akademi Militer Whampoa milik partai Kuomintang, dan menggantikan Sun menjadi
pemimpin KMT ketika Sun meninggal pada tahun 1925. Pada tahun 1926, Chiang
memimpin Ekspedisi Utara dalam misi penyatuan negara, serta menjadi pemimpin
penting di Tiongkok. Dia menjabat sebagai Ketua Dewan Militer Nasional
pemerintahan Nasionalis Republik Tiongkok (RC) pada tahun 1928-1948. Chiang
memimpin Cina dalam Perang Cina-Jepang
Kedua. Pada saat itu kekuasaan
pemerintah Nasionalis sangat lemah, namun ia semakin menonjol. Tidak seperti
Sun Yat-sen, Chiang Kai-shek secara sosial berpaham konservatif. Ia
mempromosikan budaya tradisional Tionghoa melalui Gerakan Hidup Baru dan
menolak demokrasi Barat. Dia pun menolak sosialisme demokratis nasionalis yang
didukung oleh Sun Yat Sen dan beberapa anggota untuk menuju terbentuknya pemerintahan otoriter nasionalis.
C. Pengetahuan yang dipetik ketika mempelajari Revolusi
di Cina
Dengan mempelajari
dan memahami revolusi di cina, seperti revolusi agraria dan revolusi 1911 kami
selaku mahasiswa dapat tahu apa saja yang melatarbelakangi terjadinya revolusi
di cina misalnya revolusi agraria dan revolusi 1911. Yang dimana revolusi
agraria itu kita tahu penyebab dari revolusi ini adalah dimana perjuangan
rakyat cina dalam memperjuangkan hak rakyat petani (melibatkan penurunan bunga
pinjaman dan harga). Kemudian revolusi 1911 yang dimana revolusi ini terjadi
karena adanya pemberontakan dari rakyat cina kepada dinasti qing karena rakyat
cina itu kesal dan mereka menganggap dinasti qing itu dinasti asing. Serta
lenyapnya kepercayaan terhadap dinasti Manchu, terus juga disana banyak terjadi
korupsi jadi timbullah pmberontakan rakyat cina itu sendiri. Dan kita dapat
meneladani perjuangan dari Sun Yat Sen dan Mao Zedong.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Didalam makalah ini berusaha menjelaskan mengenai Revolusi Agraria di
Tiongkok, yang dimana pada Juli 1946 dengan dukungan aktif imperialisme AS,
Kuomintang menjerumuskan Tiongkok ke dalam perang sipil besar-besaran dengan
kebrutalan yang tiada taranya dalam sejarah Tiongkok. Kebijakan agraria yang
selanjutnya adalah lebih radikal daripada kebijakan agraria dalam periode
1937-45, yang melibatkan penurunan bunga pinjaman dan harga sewa daripada
reformasi agraria yang menyeluruh; tetapi taktik-taktik baru ini dimaksudkan
bersifat gradual dan disesuaikan dengan kondisi-kondisi setempat.
B. Saran
Dengan
adanya makalah ini, diharapkan para mahasiswa, khususnya bagi penulis sendiri
agar lebih muda memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan
materi yang dikaji, khususnya pada materi “Revolusi Agraria”.
Kami
menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena
itu kepada para pembaca dan para pakar utama, penulis mengharapkan saran dan
kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun. Akan diterima dengan senang
hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Kepada semua
pihak khususnya kepada Dosen Pemebimbing yang telah memberikan saran dan
keritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini terutama kami ucapkan Terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Laksana,
Made. 2012. Sejarah revolusi Cina. [online] http://madehistoryca.blogspot.com.
Diakses pada 19 November 2015 pukul 21.28
Lestari,
Dwi. 2013. Revolusi Cina 1911. [online] http://lestaridwi91.wordpress.com.
Diakses pada 19 November 2015 pukul 21.50
Http://www.marxist.com/revolusi-tiongkok-1949-1.html
WhatsApp 085 244 015 689
BalasHapusTerimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
WhatsApp 085 244 015 689
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
WhatsApp 085 244 015 689
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D