Rabu, 13 Januari 2016

Restorasi Meiji

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Revolusi Tiongkok adalah peristiwa terbesar kedua dalam sejarah umat manusia, yang kebesarannya hanya dapat diungguli oleh Revolusi Bolshevik 1917. Jutaan manusia, yang sampai saat itu telah diperlakukan seperti binatang-binatang pemikul beban imperialisme, mematahkan rantai imperialisme dan kapitalisme, dan menapaki panggung sejarah dunia.
Revolusi Tiongkok Pertama 1925-1927 adalah sebuah revolusi proletarian yang otentik. Tetapi revolusi tersebut gugur sebelum waktunya karena kebijakan-kebijakan keliru yang diinstruksikan Stalin dan Bukharin, yang menempatkan klas pekerja Tiongkok di bawah borjuasi yang konon demokratis pimpinan Chiang Kai-shek. Partai Komunis Tiongkok (PKT) melebur ke dalam Kuomintang (KMT). Bahkan, Stalin mengundang Chiang Kai-shek untuk menjadi anggota Komite Eksekutif Komunis Internasional (Komintern).
Kebijakan pembawa malapetaka ini menyebabkan kekalahan yang katastrofik pada tahun 1927 ketika sang “borjuis-demokrat” Chiang Kai-shek mengorganisir pembantaian terhadap orang-orang Komunis di Shanghai. Penghancuran klas pekerja Tiongkok menentukan watak Revolusi Tiongkok selanjutnya. Sisa-sisa Partai Komunis melarikan diri ke pedesaan. Di sana mereka mulai mengorganisir perang gerilya berbasis kaum tani. Secara fundamental ini mengubah jalannya Revolusi.



B.     Rumusan Masalah
Tujuan: untuk lebih sistematis, maka kami akan merumuskan masalah-masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya adalah:
1.      Analisislah jalannya Revolusi Agraria di Tiongkok?
2.      Analisislah Tokoh/kaum nasionalisme pada masa Revolusi Agraria?
3.      Pengetahuan yang didapat mahasiswa ketika mempelajari Revolusi di Cina?
C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah  di atas, maka kami akan memberikan beberapa tujuan dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah:
1.      Untuk mengetahui jalannya Revolusi Agraria di Tiongkok.
2.      Untuk mengetahui tokoh/kaum nasionalisme pada masa Revolusi Agraria.
3.      Untuk mengetahui pengetahuan apa saja yang didapat mahasiswa ketika mempelajari revolusi di Cina.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Jalan Revolusi Agraria
Pada Juli 1946, dengan dukungan aktif imperialisme AS, Kuomintang menjerumuskan Tiongkok ke dalam perang sipil besar-besaran dengan kebrutalan yang tiada taranya dalam sejarah Tiongkok. Chiang Kai-shek meluncurkan sebuah ofensif kontra-revolusioner melawan TPR. Ia telah melakukan persiapan seksama, dan pada waktu itu KMT mempunyai pasukan sebanyak hampir tiga setengah kali lipat daripada TPR. Sumber-sumber materialnya pun jauh lebih unggul. Ia mempunyai akses ke industri-industri modern dan sarana-sarana komunikasi modern, yang justru tidak dimiliki oleh TPR. Secara teoritis, seyogyanya Chiang dapat meraih kemenangan dengan mudah.
Pada tahun pertama perang sipil (Juli 1946-Juni 1947), Kuomintang berada pada posisi ofensif dan TPR terpaksa berada dalam posisi defensif. Mula-mula pasukan-pasukan Chiang bergerak maju dengan cepat, menduduki banyak kota dan daerah yang dikontrol oleh TPR. Pasukan-pasukan KMT mencapai sesuatu yang nampak sebagai sebuah kemenangan yang menentukan tatkala mereka merebut ibukota TPR, Yenan. Banyak pengamat menganggap hal ini sebagai pertanda kekalahan yang menentukan bagi TPR. Tapi anggapan ini tidak tepat. Berhadapan dengan rintangan yang sama sekali tidak menguntungkan, Mao memutuskan untuk melakukan penarikan-mundur yang strategis. Mao mengambil keputusan untuk tidak berupaya mempertahankan kota-kota besar dengan pasukan-pasukan yang kurang unggul. Alih-alih ia berkonsentrasi pada daerah-daerah pedesaan, di mana ia mempunyai basis yang solid di kalangan kaum tani; dari sana ia dapat mengumpulkan-kembali dan mengkonsentrasikan pasukan-pasukannya untuk melancarkan serangan balik.

Kegagalan disadari kaum imperialis AS dan Chiang Kai-shek adalah bahwa senjata paling efektif yang ada di tangan TPR bukanlah senapan atau tank, tetapi propaganda. TPR menjanjikan kepada kaum tak bertanah dan kaum tani yang kelaparan bahwa dengan berjuang untuk TPR mereka akan bisa merebut tanah pertanian dari para tuan-tanah. Dalam hampir semua kasus, daerah pedesaan sekitar dan kota-kota kecil telah berada di bawah kontrol TPR jauh sebelum kota-kota besarnya. Inilah asal-muasal teori Mao, “Desa Mengepung Kota”.
Ketika Stalin mengubah garis Komintern dari kebijakan-kebijakan ultra-kiri “Periode Ketiga” (1928-34) menjadi kebijakan-kebijakan oportunis frontisme-popular, Mao merevisi program agrarianya. Ia meninggalkan kebijakan sebelumnya yang radikal, yakni “tanah bagi penggarap”, dan menggantikannya dengan kebijakan yang lebih moderat, yakni penurunan harga sewa tanah. Ia mempunyai gagasan untuk memenangkan dukungan dari “para tuan-tanah yang progresif”. Tapi, setelah 1946 ia mengubah lagi kebijakannya.
Kebijakan agraria yang selanjutnya adalah lebih radikal daripada kebijakan agraria dalam periode 1937-45, yang melibatkan penurunan bunga pinjaman dan harga sewa daripada reformasi agraria yang menyeluruh; tetapi taktik-taktik baru ini dimaksudkan bersifat gradual dan disesuaikan dengan kondisi-kondisi setempat. Mao masih bermaksud mengikutsertakan kaum menengah-kaya yang patriotik dalam ‘front-persatuan yang sangat luas’ yang ingin dia pertahankan. Baru setelah beberapa tahun kaum Komunis mengontrol daerah tersebut, semua tanah didistribusikan ulang; untuk sementara reforma tidak boleh mempengaruhi lebih dari sepersepuluh penduduk. Mao juga menyebabkan pemberlakuan kembali ‘tiga aturan disiplin’ dan ‘delapan pokok perhatian’; dalam satu atau lain bentuk, ini telah mengekspresikan selama hampir dua puluh tahun penghormatan terhadap penduduk sipil dan pencegahan terhadap penjarahan, yang membedakan Tentara Merah dari semua tentara yang pernah dilihat kaum tani Tiongkok pada masa silam, dan sangat berkontribusi dalam memenangkan dukungan penduduk.” (Stuart Schram, Mao Tse-Tung, p.242.)
Di setiap desa, TPR mendistribusikan tanah kepada kaum tani. Tetapi mereka selalu menyisakan sejumlah kapling – untuk prajurit-prajurit dari tentara Chiang Kai-shek. Para prajurit KMT yang tertangkap tidak dibunuh atau diperlakukan buruk, sebaliknya mereka diberi makan dan diberi perawatan medis, dan kemudian diberi pidato-pidato politik yang mengutuk rezim Chiang Kai-shek yang korup dan reaksioner. Kemudian para tawanan dikirim pulang untuk menyebarkan pesan di kalangan kaum tani dan prajurit-prajurit lainnya bahwa TPR bermaksud mendistribusikan tanah para tuan-tanah kepada kaum tani.
Dengan menjanjikan tanah kepada kaum tani, TPR berhasil memobilisir kaum tani dalam jumlah yang sangat besar agar dapat digunakan untuk bertempur dan menyediakan dukungan logistik. Ini terbukti sangat efektif. Tentara Chiang barangkali mengalami tingkat desersi tertinggi dari tentara manapun dalam sejarah. Artinya, kendati banyak jatuh korban, TPR sanggup untuk terus bertempur dengan pasokan rekrutmen baru yang konstan. Semasa Kampanye Huaihai saja mereka mampu memobilisir 5.430.000 kaum tani untuk bertempur melawan pasukan-pasukan KMT. Stuart Schram menunjukkan bahwa TPR bertambah besar secara dramatis.
Semasa 1945 pasukan-pasukan militer yang berada di bawah komando Tentara Rute VIII dan Tentara Baru IV telah meluas dari jumlah sekitar setengah juta menjadi sekitar satu juta orang. Pasukan Kuomintang kira-kira empat kali lebih banyak dari jumlah tersebut. Pada pertengahan 1947, setelah setahun perang sipil berskala besar, perbandingannya bergeser dari satu banding empat menjadi satu banding dua.” (Stuart Schram, Mao Tse-Tung, hlm. 242.)
Clausewitz mengutarakan bahwa perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara lain. Politik memainkan peran yang sangat penting dalam setiap perang, terutama dalam perang sipil. Kendati pihak Amerika (seperti biasanya) mempertahankan fiksi bahwa ini merupakan perang antara “Komunisme dan Demokrasi”, faktanya boneka Tiongkok mereka, Chiang Kai-shek, adalah seorang diktator yang brutal. Akan tetapi, barangkali di bawah tekanan Washington, Chiang berpura-pura memperkenalkan sejumlah “reforma demokratis” dalam rangka membungkam para pengkritiknya di dalam dan di luar negeri.
Ia mengumumkan sebuah konstitusi baru dan Majelis Nasional yang baru, yang tentu saja menyisihkan kaum Komunis. Mao segera mengutuk “reforma-reforma” tersebur sebagai sebuah penipuan. Massa-penduduk lebih menaruh perhatian pada korupsi yang merajalela dalam pemerintahan, serta kekacauan politik dan ekonomi: khususnya hiperinflasi yang masif, yang mengakibatkan jatuhnya standar-standar hidup. Ada protes-protes mahasiswa yang besar di seluruh negeri terhadap imperialisme.
Di daerah-daerah yang dikontrol oleh pasukan-pasukan Nasionalis, rezim Teror Putih berkuasa. Chiang mengadopsi taktik yang persis sama dengan para penyerang Jepang: membakar, menjarah, memperkosa, dan membunuh. Jutaan pria dan wanita, muda dan tua, dibantai. Ini memberikan kepada mereka kebencian penduduk dan justru makin memperkuat dukungan bagi TPR
Secara teori, pihak Nasionalis masih memiliki satu keunggulan yang besar daripada TPR. Di atas kertas, mereka menikmati keunggulan yang nyata baik dalam jumlah personel maupun senjata. Mereka mengontrol wilayah dan penduduk yang jauh lebih besar daripada seteru mereka. Mereka juga menikmati dukungan internasional yang sangat besar dari AS dan Eropa Barat. Tapi itu hanya teori saja. Realitas di lapangan sangat berbeda. Pasukan-pasukan Nasionalis menderita karena tidakadanya semangat juang dan merajalelanya korupsi – yang sangat mengurangi kemampuan mereka untuk bertempur; dan dukungan sipil terhadap mereka telah runtuh.

Pasukan-pasukan Nasionalis yang mengalami demoraliasasi dan tidak berdisiplin meleleh di hadapan derap-laju yang tak terbendung dari Tentara Pembebasan Rakyat. Mereka menyerah atau melarikan diri, meninggalkan begitu saja persenjataan mereka. Penawanan atas sejumlah besar pasukan KMT memberikan kepada TPR tank, artileri berat, dan aset-aset persenjataan-gabungan lainnya yang dibutuhkan untuk meneruskan operasi-operasi ofensif di sebelah selatan Tembok Besar. TPR bukan hanya mampu merebut kota-kota Kuomintang yang memiliki pertahanan yang sangat kuat, tapi juga mengepung dan menghancurkan formasi-formasi pasukan gerak-cepat Kuomintang, seratus ribu atau beberapa ratus ribu pada saat yang bersamaan. Pada April 1948 mereka merebut kota Luoyang, yang memutus pasokan bagi tentara KMT dari Xi'an.
TPR mampu meneruskan kontra-ofensif, yang memaksa Kuomintang meninggalkan rencananya untuk melakukan serangan umum. Setelah merebut senjata dalam jumlah yang sangat besar, TPR mampu memperbaiki kemampuan militernya, membentuk artileri dan kesatuan teknis-nya sendiri, serta menguasai taktik untuk menyerang titik-titik sasaran yang memiliki pertahanan yang kuat. Sebelum ini, TPR tidak mempunyai pesawat tempur atau tank, tapi segera sesudah ia membentuk artileri dan kesatuan teknis yang lebih unggul daripada yang dimiliki tentara Kuomintang, ia sanggup melancarkan bukan hanya pertempuran gerak cepat (mobile warfare) tetapi juga pertempuran posisional (positional warfare). Menurut perkiraan Mao sendiri. Perubahan situasi militer ini benar-benar sukar dipercaya. TPR, yang selama bertahun-tahun kalah dalam jumlah, pada Juli-Desember 1948 akhirnya beroleh keunggulan atas pasukan Kuomintang dalam jumlah tentara. Ini adalah jumlah yang diberikan Mao pada waktu itu.
Pada tahun pertama, 97 brigade, termasuk 46 brigade yang sama sekali dihancurkan; dalam tahun kedua, 94 brigade, termasuk 50 yang sama sekali dihancurkan; dan dalam paroh pertama tahun ketiga, menurut perhitungan yang tidak lengkap, 147 divisi, termasuk 111 divisi yang sama sekali dihancurkan. Dalam enam bulan ini, jumlah divisi musuh yang sama sekali dihancurkan adalah 15 lebih banyak dari jumlah keseluruhan dalam dua tahun sebelumnya. Front musuh secara keseluruhan runtuh sama sekali. Pasukan lawan di Timur Laut telah sepenuhnya dihancurkan, mereka yang di sebelah utara Tiongkok akan segera dihancurkan, dan di sebelah timur Tiongkok dan Dataran Tengah hanya ada beberapa pasukan musuh yang tersisa. Pemusnahan pasukan utama Kuomintang di sebelah utara Sungai Yangtse sangat memudahkan penyeberangan yang akan dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat dan perjalanannya ke selatan untuk membebaskan seluruh Tiongkok. Seiring dengan kemenangan pada front militer, rakyat Tiongkok telah mencetak kemenangan-kemenangan menakjubkan pada front politik dan front ekonomi. Karena alasan ini, opini publik dunia luar, termasuk seluruh pers imperialis, tidak lagi memperdebatkan kepastian kemenangan di seantero negeri dari Perang Pembebasan Rakyat Tiongkok.” (Carry the Revolution through to the end, December 30, 1948, Mao, SW, volume IV, p. 299).
Tidak ada alasan untuk tidak mempercayai bahwa secara substansial perkiraan ini akurat. Semua sejarahwan borjuis menerima bahwa pada periode tersebut pasukan-pasukan Chiang sedang terpukul mundur dalam kondisi yang kacau-berantakan dan bahwa TPR dengan cepat kian bertambah besar dan kuat.
B.     Tokoh Nasionalisme Pada Masa Revolusi Agraria
1.      Mao Zedong
Mao Zedong Lahir di sebuah keluarga petani miskin, sejak kecil Mao harus bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan di masa kecil itu banyak mempengaruhi kehidupannya kelak. Ketika kecil, Mao dikirim untuk belajar di sekolah dasar. Pendidikannya sewaktu kecil juga mencakup ajaran-ajaran klasik Konfusianisme. Tetapi pada usia 13 tahun, ayahnya menyuruhnya berhenti bersekolah dan menyuruhnya bekerja di ladang-ladang.
Mao memberontak dan bertekad ingin menyelesaikan pendidikannya sehingga ia nekat kabur dari rumah dan melanjutkan pendidikannya di tempat lain.Pada tahun 1905, ia mengikuti ujian negara yang pada saat itu mulai menghapus paham-paham konfusianisme lama; digantikan oleh pendidikan gaya Barat. Hal ini menandakan permulaan ketidakpastian intelektual di Cina.
Pada tahun 1911, Mao terlibat dalam Revolusi Xinhai yang merupakan revolusi melawan Dinasti Qing yang berakibat kepada runtuhnya kekaisaran Cina yang sudah berkuasa lebih 2000 tahun sejak tahun 221 SM. Tahun 1912, Republik Cina diproklamasikan oleh Sun Yat-sen dan Cina dengan resmi masuk ke zaman republik. Mao lalu melanjutkan sekolahnya dan mempelajari banyak hal antara lain budaya barat. Pada tahun 1918 ia lulus dan lalu kuliah di Universitas Beijing. Di sana ia akan berjumpa dengan para pendiri PKT yang berhaluan Marxis.
Selaku remaja usia muda, Mao secara pasti menganut paham kiri dalam pandangan politiknyadan dia betul-betul menjadi Marxis tulen. Tetapi peningkatannya menuju puncaktertinggi kepemimpinan partai berjalan lambat, sehingga baru di tahun 1935 dia menjadi ketua partai. Sementara itu, secara keseluruhan pun Partai Komunis China jalannya merangakak, berliku-liku, dalam usahanya memegang kekuasaan.
Sejak masa akhir Dinasti Qing sampai masa awal periode Republik (1911-1949), Tiongkok mengalami kejutan luar biasa dari luar dan usaha untuk reformasi internal secara besar-besaran. Masyarakat berada dalam gejolak yang memilukan. Banyak intelektual dan orang-orang dengan pemikiran yang bijaksana ingin menyelamatkan negara dan rakyat, tetapi di tengah-tengah krisis dan kekacauan nasional, kekhawatiran mereka tumbuh, pada awalnya dari kekecewaan yang kemudian menjadi ke-putus asa-an sepenuhnya. Seperti orang sakit yang sembarangan mencari dokter, mereka mencari solusi di luar Tiongkok. Ketika cara Inggris dan Perancis gagal, mereka berpaling pada metode Rusia. Karena ingin cepat berhasil, mereka tidak ragu-ragu untuk meramu obat yang paling keras untuk penyakitnya, dengan harapan Tiongkok bisa menjadi kuat dengan cepat.
Gerakan 4 Mei pada 1919 adalah cermin yang jelas dari ke-putus asa-an ini. Sebagian orang memilih tindakan anarkis, sebagian lain mengusulkan untuk membuang doktrin-doktrin Konghucu, dan yang lainnya lagi menyarankan untuk mengadopsi kebudayaan asing. Secara singkat, mereka menolak kebudayaan tradisional Tionghoa dan menentang doktrin Konghucu yang mengambil jalan tengah. Karena ingin mengambil jalan pintas, mereka menjalankan pemusnahan dari semua hal yang bersifat tradisional. Pada satu sisi kelompok radikal tidak mempunyai cara untuk menjalankan negara, pada sisi lain mereka percaya sepenuhnya pada pendapat mereka sendiri. Mereka merasa dunia tanpa harapan, dan percaya bahwa hanya dengan diri sendiri barulah mereka bisa menemukan cara yang benar bagi perkembangan masa depan Tiongkok. Mereka bernafsu untuk melakukan revolusi dan kekerasan.
Pengalaman yang berbeda menyebabkan perbedaan pada teori, prinsip dan jalur di antara beberapa kelompok. Akhirnya sekelompok orang bertemu dengan penghubung Partai Komunis dari Uni Soviet. Ide "menggunakan kekerasan untuk menduduki kekuasaan politik" dari teori Marxisme-Leninisme, menarik bagi pikiran resah mereka dan sesuai dengan keinginan mereka untuk menyelamatkan negara dan rakyat. Maka mereka memperkenalkan Komunisme, suatu konsep yang sangat asing ke negeri Tiongkok. Ada 13 orang wakil yang menghadiri kongres pertama PKC. Setelah itu, sebagian meninggal, sebagian melarikan diri, sebagian bekerja untuk kepentingan kubu Jepang dan menjadi pengkhianat, dan sebagian keluar dari PKC untuk bergabung dengan Kuomintang (Partai Nasional, yang selanjutnya kita sebut KMT). Pada 1949, ketika PKC berkuasa, hanya Mao Zedong (Mao Tse Tung) dan Dong Biwu yang masih tersisa dari 13 anggota Partai semula. Tidak jelas pada waktu itu apakah pendiri-pendiri PKC menyadari bahwa "dewa penyelamat" yang mereka perkenalkan dari Uni Soviet sebenarnya adalah makhluk jahat, dan obat yang mereka dapatkan untuk menguatkan negara sebenarnya adalah racun mematikan.
Partai Komunis Rusia yang baru saja memenangkan revolusi, terobsesi untuk menggarap Tiongkok. Pada tahun 1920, Uni Soviet mendirikan Biro Timur Jauh di Siberia yaitu sebuah cabang dari Komunis Internasional (Internationale) Ketiga, atau Komintern (Comintern). Ia bertanggung jawab untuk mengatur pendirian Partai Komunis di Tiongkok dan negara lainnya. Begitu didirikan, wakil deputi biro Grigori Voitinsky tiba di Beijing dan menghubungi barisan depan komunis Li Dazhao. Li mengatur pertemuan Voitinsky dengan pemimpin komunis lainnya, Chen Dixiu di Shanghai. Pada bulan Agustus 1920, Voitinsky, Chen Dixiu, Li Hanjun, Shen Xuanlu, Yu Xiusong, Shi Cuntong dan lainnya memulai persiapan dari pendirian PKC.
Pada Juni 1921, Zhang Tailei tiba di Irkutsk - Siberia, untuk menyerahkan proposal pendirian PKC sebagai cabang dari Komintern kepada Biro Timur Jauh. Pada 23 Juli 1921, dengan bantuan Nikolsky dan Maring dari Biro Timur Jauh, maka secara resmi terbentuklah PKC. Sejak itu gerakan Komunis diperkenalkan ke Tiongkok sebagai uji coba, dan sejak itu PKC memposisikan dirinya di atas segalanya, menaklukkan segalanya sehingga membawa bencana tanpa akhir bagi Tiongkok.
Pemikiran Marxis Mao sendiri mulai terbentuk setelah ia membaca tiga buku penting, yaitu: Manifesto Komunis terjemahan Chen Wang-tao, Pertarungan Kelas oleh Karl Kautsky dan  Sejarah Sosialisme oleh Kirkupp. Edgar Snow menyebut periode pemikiran ini sebagai periode Marxis, karena ideide pikirannya belum dapat diterima oleh masyarakat (Snow, 1944: 156). Pemikiran Mao sering disebut sebagai “Maoisme”. Dalam bukunya  Mao and The Chinese Revolution, Chen Jerome menyatakan bahwa istilah ini secara salah telah dipopulerkan oleh para pelajar dari Universitas Harvard dalam tulisantulisan mereka untuk menunjuk kepada pemikiran-pemikiran Mao.
Pemikiran Mao pada dasarnya merupakan gabungan pemikiran dari tokoh-tokoh sebelumnya (bukan hanya kaum Marxian), yang disesuaikannya dengan situasi objektif negara Cina dan dipadukan  dengan pengetahuan intelektual dan pengalaman-pengalaman perjuangan revolusinya, sehingga menjadi suatu konsep pemikiran yang sangat pragmatis dan luwes berlaku di Cina. Pemikiranpemikiran Marxis Mao inilah selanjutnya yang disebut sebagai Maoisme (Ch’en, 1967: 3-4). Secara global, pemikiran politik Mao terlihat dalam pandangannya tentang “garis massa” yang terkenal dengan semboyan “dari massa, untuk massa”. Ia menyatakan dengan tegas bahwa: suatu kebijakan politik partai dapat disebut bagus hanya jika gagasannya secara murni berasal dari massa yaitu petani dan pekerja, dengan memperhitungkan kepentingan dan keinginan mereka (Wang, 1976: 55). Implementasi kebijakan tersebut, sebagus apapun tetap harus mendapat dukungan dari massa Mao berangkat dari teori pengetahuan Marx, bahwa pengetahuan diperoleh dari praktek (pengalaman) dalam masyarakat yang muncul karena adanya kontradiksi-kontradiksi di dalamnya.
Kontradiksi diartikan sebagai perbedaanperbedaan pandangan di antara massa, baik individu ataupun kelompok. Pendapat-pendapat ini merupakan wujud dari keinginan-keinginan rakyat, yang selanjutnya dibawa kepada level yang lebih tinggi (kader-kader partai) untuk dicari pemecahannya. Setelah dianalisa dan disusun secara sistematis dibawa lagi ke tingkat yang lebih tinggi (pusat) untuk menentukan solusi yang tepat bagi persoalan tersebut.  Menurut John Lewis proses ini meliputi tahapan-tahapan: persepsi, pengumpulan pendapat-pendapat, pengambilan keputusan partai, dan tahap implementasi.
Para kader partai membuat daftar terhadap pandangan-pandangan yang muncul dari dalam massa yang belum teratur dan belum sistematis, kemudian gagasan-gagasan tersebut mereka pelajari untuk dilaporkan kepada kewenangan yang lebih tinggi. Berdasarkan laporan kader tersebut pemegang kekuasaan yang lebih tinggi memberi masukan ataupun instruksi dan dikembalikan lagi kepada massa, pada tahap ini pendidikan politik dan propaganda-propagandanya terus dilakukan oleh kader yang berada di tengahtengah massa. Dan ketika massa merasa memiliki gagasan-gagasan tersebut, kemudian diterjemahkan ke dalam gerakan yang nyata (Lewis, 1963: 72). Menurut Mao ini bukanlah tahap terakhir, karena untuk selanjutnya proses ini harus diulangi beberapa kali sehingga setiap kali gagasan-gagasan menjadi lebih baik. Konsep ini membutuhkan kerja sama antara pemimpin dan massa agar saling belajar, saling memberi dukungan, dan selalu terjadi dialog antara pemimpin dan yang dipimpin. Tiga subjek utama yang terlibat adalah politbiro sebagai pemimpin tertinggi, kader-kader partai sebagai level menengah dan massa sebagai tingkat terendah (Gray & Cavendish, 1968: 225). 
Konsep garis massa menjadi alat monitoring terhadap elit birokrat dan kecenderungan mereka untuk mengatur massa melalui partai dan sanksi-sanksi yang tidak jelas (Lewis, 1963: 84-86). Meskipun partai adalah pemimpin massa, namun kedudukannya tidak lebih tinggi dari massa. Digambarkan Mao hubungan antara partai dengan massa seperti ikan dan air, antara massa dan partai saling membutuhkan (Chen, 1970: 56). Pemikiran-pemikiran Mao tentang manusia bisa dikatakan lebih moralis bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh Marxis yang lain. Manusia bukanlah suatu “produk yang sudah jadi”, ia dipengaruhi oleh lingkungan di sekelilingnya, terutama pendidikan. Melalui pendidikan, kesadaran sosial seseorang dapat dibentuk Berbeda dengan Marx ia menolak pendapat Marx yang menyatakan bahwa masing-masing individu telah ditentukan kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingannya berdasarkan sifat kelasnya.
Menurut Mao, keanggotaan seseorang dalam suatu kelas dapat berubah, ia dapat dibentuk menjadi manusia baru melalui “pendidikan-kembali” (re-edukasi). Mao ingin menyatakan bahwa apa yang selama ini dinyatakan sebagai "takdir" adalah omong kosong, manusia berhak sepenuhnya atas hidupnya, dan berhak untuk menentukan dan mengubah kehidupannya.  Pandangan ini mendasari konsepnya tentang voluntarisme, bahwa keinginan dan kebulatan tekad manusia pada akhirnya akan mampu melalui segala rintangan untuk menuju dunia yang lebih baik (Wang, 1977: 41-46). Digambarkan oleh Mao dalam puisinya tentang seorang orang tua yang berusaha memindahkan pegunungan dengan berdasar keyakinan, ketekunan dan kekerasan hati. Puisi ini sangat populer pada masa-masa revolusi kebudayaan. 
Tindakan dan keputusan-keputusan Mao yang moralis telah mengubah teori "materialisme-dialektik" Marx, menjadi "moralisme-dialektik". Belajar dari pengalaman Lenin, Mao menyimpulkan bahwa transformasi fisik (sarana-sarana produksi) tanpa diimbangi dengan transformasi moralitas masyarakat, tidak akan menjamin kelanggengan masyarakat baru. Bentuk-bentuk kesadaran sosial harus diubah sama sekali dan harus mempunyai landasan yang kuat. Oleh karena itu pemikiran-pemikiran sosialis harus ditanamkan kepada masyarakat dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-sehari hingga menjadi  way of life (Wertheim, 1974: 335).
Setelah simplifikasi yang dilakukan Lenin, Marxisme di tangan Mao semakin kehilangan unsur-unsur spesifiknya, antara lain tentang kritik kapitalisme, perkembangan industrialisasi, perjuangan kelas, dan diktator proletariat. Mao pun meninggalkan hukum-hukum deterministik Marxisme. Menurutnya setiap masyarakat berkembang sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi ekonomi, sosial, dan politiknya. Karena kondisi objektif masing-masing masyarakat unik, maka tidak ada satupun perkembangan masyarakat yang berjalan mengikuti teori keniscayaan sejarah Marx. Bukan tujuan ditentukan sejarah melainkan kehendak revolusioner yang menentukan sejarah. 
Menurut Mao, revolusi yang merupakan suatu bagian integral dari perubahan sosial adalah suatu proses  kontinyu. Terjadinya revolusi tergantung dari ada tidaknya kehendak revolusioner massa dan adanya suatu bangunan partai yang kuat. Revolusi Mao adalah salah satu dari sekian tahap perubahan masyarakat yang direncanakan, dan akan terus berlangsung hingga tercapainya sosialisme sebagai cita-cita akhir masyarakat. Mao tidak menentukan berapa lama suatu revolusi akan berlangsung, ia hanya menyatakan bahwa revolusi akan berakhir ketika sosialisme telah tercapai di seluruh negara di dunia. Inilah revolusi permanen.
Reformasi Agraria, Rencana Pembangunan Lima Tahun, Lompatan Jauh ke Depan, serta Revolusi Kebudayaan adalah serangkaian gerakan revolusi permanen pada masa pemerintahan Mao. Kontinyuitas dalam gerakan revolusi diperlukan untuk menjaga kesatuan tujuan dan kesamaan kehendak antara pemerintah dan rakyat.  Menurut Mao, penggulingan pemerintahan lama dan pengalihan alat-alat produksi kepada proletariat saja belum cukup untuk terwujudnya masyarakat baru, kecuali telah terbentuk suatu konsep yang sama dalam pikiran masyarakat.
2.      Chiang Kai-shek
Chiang Kai-Shek (31 Oktober 1887 - 5 April 1975) adalah seorang pemimpin politik dan militer Cina abad ke-20. Chiang adalah seorang anggota berpengaruh di Partai Kuomintang (KMT), atau Partai Nasionalis. Ia juga merupakan sekutu dekat Sun Yat-sen. Ia menjadi Komandan Akademi Militer Whampoa milik partai Kuomintang, dan menggantikan Sun menjadi pemimpin KMT ketika Sun meninggal pada tahun 1925. Pada tahun 1926, Chiang memimpin Ekspedisi Utara dalam misi penyatuan negara, serta menjadi pemimpin penting di Tiongkok. Dia menjabat sebagai Ketua Dewan Militer Nasional pemerintahan Nasionalis Republik Tiongkok (RC) pada tahun 1928-1948. Chiang memimpin Cina dalam Perang Cina-Jepang Kedua. Pada saat itu kekuasaan pemerintah Nasionalis sangat lemah, namun ia semakin menonjol. Tidak seperti Sun Yat-sen, Chiang Kai-shek secara sosial berpaham konservatif. Ia mempromosikan budaya tradisional Tionghoa melalui Gerakan Hidup Baru dan menolak demokrasi Barat. Dia pun menolak sosialisme demokratis nasionalis yang didukung oleh Sun Yat Sen dan beberapa anggota untuk menuju terbentuknya pemerintahan otoriter nasionalis.
C.    Pengetahuan yang dipetik ketika mempelajari Revolusi di Cina
Dengan mempelajari dan memahami revolusi di cina, seperti revolusi agraria dan revolusi 1911 kami selaku mahasiswa dapat tahu apa saja yang melatarbelakangi terjadinya revolusi di cina misalnya revolusi agraria dan revolusi 1911. Yang dimana revolusi agraria itu kita tahu penyebab dari revolusi ini adalah dimana perjuangan rakyat cina dalam memperjuangkan hak rakyat petani (melibatkan penurunan bunga pinjaman dan harga). Kemudian revolusi 1911 yang dimana revolusi ini terjadi karena adanya pemberontakan dari rakyat cina kepada dinasti qing karena rakyat cina itu kesal dan mereka menganggap dinasti qing itu dinasti asing. Serta lenyapnya kepercayaan terhadap dinasti Manchu, terus juga disana banyak terjadi korupsi jadi timbullah pmberontakan rakyat cina itu sendiri. Dan kita dapat meneladani perjuangan dari Sun Yat Sen dan Mao Zedong.


















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Didalam makalah ini berusaha menjelaskan mengenai Revolusi Agraria di Tiongkok, yang dimana pada Juli 1946 dengan dukungan aktif imperialisme AS, Kuomintang menjerumuskan Tiongkok ke dalam perang sipil besar-besaran dengan kebrutalan yang tiada taranya dalam sejarah Tiongkok. Kebijakan agraria yang selanjutnya adalah lebih radikal daripada kebijakan agraria dalam periode 1937-45, yang melibatkan penurunan bunga pinjaman dan harga sewa daripada reformasi agraria yang menyeluruh; tetapi taktik-taktik baru ini dimaksudkan bersifat gradual dan disesuaikan dengan kondisi-kondisi setempat.
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan para mahasiswa, khususnya bagi penulis sendiri agar lebih muda memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji, khususnya pada materi “Revolusi Agraria”.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kepada para pembaca dan para pakar utama, penulis mengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun. Akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Kepada semua pihak khususnya kepada Dosen Pemebimbing yang telah memberikan saran dan keritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini terutama kami ucapkan Terima kasih.





DAFTAR PUSTAKA

Laksana, Made. 2012. Sejarah revolusi Cina. [online] http://madehistoryca.blogspot.com. Diakses pada 19 November 2015 pukul 21.28
Lestari, Dwi. 2013. Revolusi Cina 1911. [online] http://lestaridwi91.wordpress.com. Diakses pada 19 November 2015 pukul 21.50
Http://www.marxist.com/revolusi-tiongkok-1949-1.html

1 komentar:

  1. WhatsApp 085 244 015 689
    Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D



    WhatsApp 085 244 015 689
    Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D






    WhatsApp 085 244 015 689
    Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D


    BalasHapus