BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali
bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau
kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan
pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses
musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan
dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya. Bentuk
pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat kekuasaan foedal dan
turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur otoriter,
kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan
hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan
gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti
Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi
Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan
perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan
baginya.
Jatuhnya
Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok
yang membangkan dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan
dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi
politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa
bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun
dengan perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan
kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan
dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam
menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola
pemerintahan menjadi kerajaan.
Meskipun
begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan
peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam
perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.
B. Rumusan
Masalah
Tujuan:
untuk lebih sistematis, maka kami akan merumuskan masalah-masalah pokok yang
akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya adalah:
A.
Awal Mula Berdirinya Khilafah Bani
Umayyah.
B.
Sistem Pemerintahan Khilafah Bani Umayyah.
C.
Masa Kejayaan Khilafah Bani Umayyah.
D.
Masa Keruntuhan Khilafah Bani Umayyah.
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka maka kami akan memberikan
beberapa tujuan dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah:
A. Untuk
mengetahui awal mula berdirinya Khilafah Bani Umayyah.
B. Untuk
mengetahui sistem pemerintahan Khilafah Bani Umayyah.
C. Untuk
mengetahui masa kejayaan Khilafah Bani Umayyah.
D. Untuk
mengetahui masa keruntuhan Khilafah Bani Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal mula berdirinya Khilafah Bani
Umayyah
Memasuki
masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah. Pemerintahan
yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan
turun-temurun). Walaupun muawiyah mengubah sistem pemerintahan menjadi monarki,
penyebutan gelar bagi pimpinannya masih tetap “khalifah”. Bahkan Muawiyah
menyebut dirinya amirul mukminin, dimana status jabatan khalifah diartikan
sebagai “Wakil Allah” dalam memimpin umat dan mengaitkannya kepada al-Quran
surat al-baqarah (2) ayat 30. Atas dasar ini, Daulah menyatakan bahwa
keputusan-keputusan khalifah didasarkan atas perkenan Allah, siapa pun yang
menentangnya adalah kafir.
Adapun
bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feudal
(penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun). Untuk mempertahankan
kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsure kekerasan,
diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam
pemilihan khilafah.
Kekuasaan Bani
Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah
dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah:
1)
Muawiyah ibn Abi Sufyan (661 -680 M)
2)
Abd al-Malik ibn Marwan (685-705M)
3)
Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715M)
4)
Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M)
5)
Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743M)
B.
Sistem Politik Pemerintahan Khilafah
Bani Umayyah
Setelah pada tanggal 20 Ramadhan 40 H Ali
ditikam oleh Ibnu Muljam, salah satu pengikut Khawarij, kedudukan Ali sebagai
khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasan bin Ali) selama beberapa bulan.
Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementara pengaruh Muawiyah semakin
kuat, maka Hasan membuat perjannjian damai. Perjanjian itu dapat mempersatukan
umat Islam kembali dalam suatu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abi
Sufiyan. Di sisi lain perjanjian itu menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut
dalam Islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai
tahun Jama’ah (‘am al jama’ah). Dengan demikian telah berakhirlah masa
Khulafa’ur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik
Islam.
Muawiyyah
adalah pendiri dinasti Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah
ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hidun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd
Syan ibn Abd Manaf. Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan
kekerabatan dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota
Mekkah (Fathul Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah
berusia 23 tahun.
Mu’awiyah (memerintah 661-680) adalah
orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. Sukses kepemimpinannya dari
yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan.
Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90 tahun
(661-750). Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus menandai era
baru.
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan
penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial.
Hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai bapak pendiri daulah
tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan
miring tentang pemerintahannya. Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi
handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah
Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari
genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.
Dibidang ekonomi Abdul Malik ibn Marwan
adalah khaifah yang pertama kali membuat mata uang dinar dan menuliskan di
atasnya ayat-ayat al-Qur’an.7 Ia juga melakukan pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi
pemerintahan Islam.
Pada masa dinasti Umayyah politik telah
mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan
masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya
Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan,
Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.
Bani
Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab (sekretaris) yang meliputi :
1)
Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan
pembesar-pembesar setempat.
2)
Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
3)
Katib al Jund yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
4)
Katib asy Syurthahk yaitu sekretaris
yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5)
Katib al-Qaadhi yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui bedan-badan peradilan dan hakim
setempat.
Masa
Bani Umayyah juga membentuk berbagai departemen baru antara lain
bernamaal-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan Khalifah. Organisasi
Syurthahk(kepolisian) pada masa Bani Umayyah disempurnakan,. Pada mulanya
organisasi inimenjadi bagian organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan
perintah hakim dankeputusan-keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai
pelaksana al-hudud.
C.
Masa Kejayaan Khilafah Bani Umayyah
Ekspansi yang
terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini.
Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat
menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan, sampai ke
Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium,
Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan
oleh khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan
dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan
daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran
dilanjutkan di zaman Al-Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah
masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia.
Pada masa pemerintahannyayang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat
suatu ekspedisi militer dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua
Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan,
Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat
yang memisahkan antara Marokko dengan benua dan mendarat di suatu tempat yang
sekarang dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat
dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu
kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu
kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota
Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama
menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd al-Azis serangan dilakukan ke Prancis melalui
pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman ibn Abdullah
al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba
menyerang Tours. Namun, dalam peperanganyang terjadi di luar kota Tours,
al-Qhafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping
daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga
jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa
daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah
ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara,
Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis
di Asia Tengah.
Di samping
ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di
berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan pencetak mata uang. Pada
masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis di bidangnya.
Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang
dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd
al-Malik diikuti oleh puteranya al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715M) seorang
yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun
panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang
humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan
raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik,
gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid yang megah.
Meskipun
keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya
dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan
penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan
munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan
terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh
terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian
mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk
mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk,
kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, kelompok Syi’ah melakukan konsolidasi
(penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadab
Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekah ke Kufah atas
permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak
nengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran
yang tidak seimbang di Karbala, sebuah daerah di dekat Kufah. tentara Husein
kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke
Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.
Perlawanan orang-orang Syi’ah tidak
padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras,
lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah
terjadi. Yang termasyhur di antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah
pada tahun 685 - 687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum
Mawali, yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain
yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Mukhtar
terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, yaitu gerakan
Abdullah ibn Zubair. Namun, ibn Zubair ju Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Mekah setelah dia
menolak sumpah setia terhadapYazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya
secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid
kemudian mengepung Mekah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak
terhindarkan. Namun, peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani
Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan
pada masa kekhalifahan Abd al-Malik. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj
berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan
ke Mekah. Ka’bah diserbu. Keluarga Zubak dan sahabatnya melarikan diri,
sementara ibn Zubair sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya
terbunuh pada tahun 73 H / 692M.
Selain gerakan
di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah
juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang
membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan
daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia
Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan
Spanyol.
Hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar
ibn Abd al-Aziz (98 - 101 H / 717 - 720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah,
dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam
wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa
prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri.
Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia
berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi
kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan
dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan
muslim Arab.
Sepeninggal
Umar ibn Abd al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn
Abd al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada
kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya
hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau.
Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan
konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abd al-Malik.
D. Masa
Keruntuhan Khilafah Bani Umayyah
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya
kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1) Sistem
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2) Latar
belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para
pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka
seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa
pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini
banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3) Pada
masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani
Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam,
makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu,
sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian
timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada
masa Bani Umayyah.
4) Lemahnya
pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama
banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang.
5) Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan
baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali
yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah
Adapun sebab-sebab lain yang membawa kehancuran kekuasaan Bani Umayyah
adalah:
1)
Perselisihan di antara para putra
mahkota. Sebagian besar khalifah Bani Umayyah mengangkat lebih dari seorang
putra mahkota. Biasanya, putra tertua diwasiatkan terlebih dahulu untuk
menduduki takhta, setelah itu wasiat dilanjutkan kepada putra kedua dan ketiga
atau salah seorang kerabat khalifah, seperti paman atau saudaranya. Pada
kenyataannya, putra mahkota yang lebih dulu menduduki tahta cenderung
mengangkat putranya sendiri untuk menjadi putra mahkota dengan menggeser atau
menghapus kedudukan putra mahkota yang telah ditunjuk oleh khalifah sebelumnya.
Akibatnya, putra mahkota yang tergeser merasa dendam kepada khalifah yang
menggesernya. Perselisihan pun tidak dapat dihindari di antara mereka, apalagi
dalam perselisihan ini para pendukung dan tentara juga selalu dilibatkan.
Dari
empat belas khalifah Bani Umayyah, hanya dapat empat khalifah yang menjadikan
anak mereka sebagai putra mahkota, yaitu Muawiyah, Yazid I, Marwan I, dan Abdul
Malik. Namun, dalam praktiknya hal ini menimbulkan kekisruhan. Diawali oleh
Marwan Bin Hakam yang mengangkat kedua putranya, Abdul Malik dan Abdul Aziz
sebagai putra mahkota. Padahal, dalam pertemuan di al-jabiyah telah disepakati
bahwa yang akan menggantikannya adalah Khalid bin Yazid lalu Amr bin Sa’id bin
Ash. Abdul Malik mengikuti ayahnya dengan memecat Abdul Aziz sebagai calon
penggantinya dan mengangkat anaknya, al-Walid I, lalu Sulaiman sebagai putra
mahkota. Kebetulan Abdul Aziz lebih dahulu wafat dari Abdul Malik sehingga
tidak terjadi konflik.
Saat
menjadi khalifah, al-Walid I berusaha mencopot saudaranya, Sulaiman sebagai
calon pengganti lalu mengangkat Abdul Aziz sebagai putra mahkota. Usaha ini
mendapat dukungan dari beberapa panglima tentara. Namun, ketika Sulaiman
menjadi khalifah, orang mendapat siksaan sebagai balas dendam. Konflik demi
konflik terjadi sehingga stabilitas politik Khilafah Bani Umayyah menjadi
terancam dan menuju kelemahannya.
2)
Permusuhan antar suku yang dihidupkan
lagi di antara suku-suku Arab. Fanatisme kesukuan ini sebenarnya telah berhasil dilenyapkan oleh Islam,
khususnya dalam kasus antara Arab utara dan Arab selatan. Namun, pada masa Bani
Umayyah fanatisme ini mucul kembali, terutama setelah kematian Yazid bin
Muawiyah. Bangsa Arab selatan yang diwakili kabilah Qalb adalah pendukung utama
Muawiyah dan Yazid I. Pasalnya, ibu Yazid I yang bernama Ma’sum berasal dari
kabilah Qalb. Sepeninggal Yazid I penggantinya Muawiyah II ternyata ditolak
oleh bangsa Arab utara yang diwakili oleh kabilah Qais. Sebaliknya, mereka
mengakui abdullah bin Zubair sebagai khalifah.
Ketika
terjadi pemberontakan antara kedau pihak kabilah Qalb dapat mengalahkan kabilah
Qais yang mengantarkan Marwan I ke tahta kekilafahan. Pada masa pemerintahan
al-Walid I, pengaruh Qais mencapai puncaknya atas jasa al-hajjaj, Muhammad bin
Qasim (penakluk india) dan Qutaybah bin Muslim (penakluk Asia Tengah). Saudara
al-Walid I, Sulaiman mendapat dukungan dari kabilah Qalb. Yazid II berada di
bawah pengaruh Qais karena ibunya dari kabilah Qais seperti juga al-Walid II.
Sementara itu Yazid III menggantungkan diri pada bagian kedua masa pemerintahan
Bani Umayyah tampak lebih sebagai kepala kelompok tertentu daripada penguasa
berdaulat atas kerajaan yang bersatu.
3)
Perlakuan diskriminatif terhadap
golongan non-Arab atau Mawali. Orang Arab merasa diri mereka sebagai bangsa
terbaik dan memandang bangsa Arab sebagai bangsa tertinggi. Fanatisme ini tentu
saja mengundang kebencian penduduk non-Muslim dan Muslim non-Arab. Jumlah
golongan Mawali dalam waktu tidak terlalu lama melebihi jumlah orang Arab
Muslim. Dalam pandangan mereka, seluruh muslimin sejajar dimata Tuhan dan harus
diperlakukan demikian oleh negara yang berdasarkan hukum Islam. Pndangan mereka
ini didukung oleh orang arab sendiri
khususnya yang taat kepada ajaran Islam. Dinasti Bani Umayyah yang
berkuasa pada masa terjadinya konversi massal golongan non-Arab ke dalam
Islam, terlmbat memberikan respons
terhadap perubahan yang memuculkan berbagai konsekuensi ini. Pasalnya mereka
tetap bergantung kepada kelompok elite militer Arab yang eksklusif. Golongan
Mawali hanya diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, dimana mereka hanya
menduduki posisi bawah dalam setiap pemberontakan mereka senntiasa ikut ambil
bagian.
4)
Moral kekuasaan ikut menentukan
keruntuhan. Banyak khalifah yang tidak tahan dengan godaan dunia baik harta,
tahta, maupun wanita. Kehidupan mereka banyak dihabiskan dengan berfoya-foya
dengan menggunakan uang negara. Yazid II misalnya, banyak menghabiskan waktu
dengan berburu dan minum anggur serta lebih sibuk dengan menikmati musik dan
syair daripada dengan al-Quran dan urusan-urusan negara. Karena harta kekayaan
melimpah dan jumlah budak berlebihan, hidup mereka menjadi tidak terkendali.
Gaya hidup hura-hura sebagian khalifah telah
melemahkan semangat hidup masyarakat sekaligus mengundang antipati mereka.
5)
Kelemahan para khalifah pengganti.
Khalifah Bani Umayyah yang tercatat sebagai terbesar dan memiliki kemampuan
memimpin serta berhasil dalam kepemimpiannya adalah Muawiyah. Abdul Mali,
al-Walid, Umar bin Abdul Aziz, dan Hisyam bin Abdul Malik. Selain yang lima
para khalifah tidak memiliki kemampuan yang memadai. Ada di antara mereka yang
diangkat secara terpaksa. Padahal yang bersangkutan tidak menghendakinya
sehingga menyebabkan ia tertekan sampai menemui ajalnya. Ada juga yang karena
ambisi menggebu-gebu untuk merebut kekuasaan tanpa bekal kemampuan memimpin
sehingga yang terjadi adalah salah urus negara dan khalifahnya asyik terbenam
dalam kenikmatan duniawi.
6)
Munculnya para pemberontak yang
menggerogoti kekuasaan Bani Umayyah. Kemunculan Bani Umayyah ke panggung
kekuasaan sejak awal telah mengundang kontroversi di kalangan kaum muslimin. Di
antara mereka berpendapat bahwa tampuk kekhalifahan seharusnya diberikan kepada
keturuanan nabi dalam hal ini keturunan Ali bin Abi Thalib karena itu, kalangan pendukung Ali yang
tergabung dalam kelompok Syiah menjadi oposan paling gigih dalam
mengkonfrontasi kekuasaan Bani Umayyah. Hal itu diperparah oleh terbenuhnya
al-Husein yang mengenaskan dalam perang karbela.
Kebencian
Umayyah terhadap keluarga Ali juga tidak kepalang tanggung. Dalam setiap
khotbah jumat, setiap khatib selalu menghujat kelompok Ali dan baru dihentikan
semasa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, yang dipandang saleh dan adil
dikalangan kawan maupun lawan. Kelompoh Syiah lain yang juga menjadi penentang
keras Bani Umayyah adalah dari faksi pimpinan al-Mukhar.
Kelompok
Khawarij juga amat gigih menentang Bani Umayyah dan selalu memanfaatkan
momentum tertentu untuk melakukan pemberontakan. Sejak selesainya perundingan Shiffin
yang menghasilkan kesepakatan yang merugikan kelompok Ali, kaum Khawarij mulai
membuat kubu di Kufah. Mereka melancarkan semangat permusuhan terhadap siapa
saja yang tidak sepaham dengan mereka termasuk dengan pendukung setia Ali dan
apalagi Muawiyah. Oposan lainyang tidak mendapat perlakuan adil dari Bani
Umayyah.
Sementara yang paling akhir dan
menentukan keruntuhan Bani Umayyah adalah keluarga Abbas yang melakukan aliansi
dengan kubu Abu Muslim al-Khurasani dari Khurusan, Persia. Manuver-manuver politik
mereka amat sistematis massif dan militan sehingga pada tahun 750 M keruntuhan
Bani Umayyah mendapatkan momentumnya dalam sebuan besar-besaran ke Damaskus
yang oleh Stephen Humphrey disebut sebagai “revolusi Abbasiiyah”.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan yang
telah disebutkan, maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan. Proses
terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan
tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada
saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan
kaum kerabatnya sendiri). Setelah wafatnya Utsman bin Afan maka masyarakat
Madinah mengangkat sahabat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang baru. Dan
masyrakat melakukan sumpah setia ( bai’at ) terhadap Ali pada tanggal 17 Juni
656 M / 18 Djulhijah 35 H.
Dinasti umayyah diambil dari nama
Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis
semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian
berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh
rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum
muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan
dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu
disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
Sistem pemerintahan Dinasti Bani
Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, dimana ia
menghapus sistem tradisional yang cenderung pada kesukuan. Pemilihan khalifah
dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh
Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang
dipimpinnya pada tahun 679 M.
Pada masa kekuasannya yang hampir
satu abad, dinasti ini mencapai banyak kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan
territorial yang mencapai wilayah Afrika Utara, India, dan benua Eropa,
pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah kedalam 10 provinsi, kemajuan bidang
administrasi pemerintahan dengan pembentukan dewan-dewan, organisasi keuangan
dan percetakan uang, kemajuan militer yang terdiri dari angkatan darat dan
angkatan laut, organisasi kehakiman, bidang sosial dan budaya, bidang seni dan
sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur, dan dalam bidang pendidikan.
Kemunduran dan kehancuran Dinasti
Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan
kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan
oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab
Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin pemerintahan dan
kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani Abbas yang
didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.
B.
Saran
Demikianlah isi dari makalah kami,
yang menurut kami telah kami susun
secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya. Berbicara mengenai
sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak akan pernah ada habisnya. Ingatlah,
orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari sejarah.
Sering
kali kita lupa bahwa “meskipun” berkisah mengenai masa lampau, tapi sejarah
begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui sejarah, kita belajar
untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar menghargai tetes darah
dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat ini. Lewat sejarah kita
juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan menjadikannya sebagai modal
berharga untuk melangkah di masa depan
Islam merupakan agama yang besar
dengan perjalanan sejarah yang panjang. maka dari itu, marilah kita menggali
lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi
menguatkan keteguhan dan rasa kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang
kita peluk ini.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1993.
Saefuddin
Buchori, Didin. Sejarah Politik Islam. Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009.
Rasyidi,
Badri, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Armico, 1997.
Susmihara.
Sejarah Islam Klasik. Yogyakarta: Ombak, 2013.
Http://jackbana.blogspot.com/2009/10/pendidikan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html
WhatsApp 085 244 015 689
BalasHapusTerimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
WhatsApp 085 244 015 689
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
WhatsApp 085 244 015 689
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D