Rabu, 13 Januari 2016

Khilafah Bani Umayyah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya. Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.
             Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang membangkan dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan.
              Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.

B.     Rumusan Masalah
            Tujuan: untuk lebih sistematis, maka kami akan merumuskan masalah-masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya adalah:
A.    Awal Mula Berdirinya Khilafah Bani Umayyah.
B.     Sistem Pemerintahan Khilafah Bani Umayyah.
C.     Masa Kejayaan Khilafah Bani Umayyah.
D.    Masa Keruntuhan Khilafah Bani Umayyah.

C.     Tujuan Penulisan
            Berdasarkan rumusan masalah  di atas, maka maka kami akan memberikan beberapa tujuan dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah:
A.    Untuk mengetahui awal mula berdirinya Khilafah Bani Umayyah.
B.     Untuk mengetahui sistem pemerintahan Khilafah Bani Umayyah.
C.     Untuk mengetahui masa kejayaan Khilafah Bani Umayyah.
D.    Untuk mengetahui masa keruntuhan Khilafah Bani Umayyah.













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Awal mula berdirinya Khilafah Bani Umayyah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah. Pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun). Walaupun muawiyah mengubah sistem pemerintahan menjadi monarki, penyebutan gelar bagi pimpinannya masih tetap “khalifah”. Bahkan Muawiyah menyebut dirinya amirul mukminin, dimana status jabatan khalifah diartikan sebagai “Wakil Allah” dalam memimpin umat dan mengaitkannya kepada al-Quran surat al-baqarah (2) ayat 30. Atas dasar ini, Daulah menyatakan bahwa keputusan-keputusan khalifah didasarkan atas perkenan Allah, siapa pun yang menentangnya adalah kafir.
Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feudal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsure kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
      Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah:
1)      Muawiyah ibn Abi Sufyan (661 -680 M)
2)      Abd al-Malik ibn Marwan (685-705M)
3)      Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715M)
4)      Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M)
5)      Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743M)

B.     Sistem Politik Pemerintahan Khilafah Bani Umayyah
      Setelah pada tanggal 20 Ramadhan 40 H Ali ditikam oleh Ibnu Muljam, salah satu pengikut Khawarij, kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasan bin Ali) selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementara pengaruh Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjannjian damai. Perjanjian itu dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam suatu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abi Sufiyan. Di sisi lain perjanjian itu menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am al jama’ah). Dengan demikian telah berakhirlah masa Khulafa’ur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam.
Muawiyyah adalah pendiri dinasti Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hidun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syan ibn Abd Manaf. Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekkah (Fathul Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah berusia 23 tahun.
      Mu’awiyah (memerintah 661-680) adalah orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. Sukses kepemimpinannya dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90 tahun (661-750). Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus menandai era baru.
      Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. Hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya. Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.
      Dibidang ekonomi Abdul Malik ibn Marwan adalah khaifah yang pertama kali membuat mata uang dinar dan menuliskan di atasnya ayat-ayat al-Qur’an.7 Ia juga melakukan pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
      Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.





Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab (sekretaris) yang meliputi :
1)   Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
2)   Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.                                                
3)   Katib al Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
4)   Katib asy Syurthahk yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5)   Katib al-Qaadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui bedan-badan peradilan dan hakim setempat.
      Masa Bani Umayyah juga membentuk berbagai departemen baru antara lain bernamaal-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan Khalifah. Organisasi Syurthahk(kepolisian) pada masa Bani Umayyah disempurnakan,. Pada mulanya organisasi inimenjadi bagian organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dankeputusan-keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana al-hudud.
C.     Masa Kejayaan Khilafah Bani Umayyah
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan, sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannyayang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd al-Azis serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperanganyang terjadi di luar kota Tours, al-Qhafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan pencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis di bidangnya. Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd al-Malik diikuti oleh puteranya al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, kelompok Syi’ah melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak nengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbala, sebuah daerah di dekat Kufah. tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.
Perlawanan orang-orang Syi’ah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah terjadi. Yang termasyhur di antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685 - 687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali, yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair. Namun, ibn Zubair ju Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Mekah setelah dia menolak sumpah setia terhadapYazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Mekah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd al-Malik. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Mekah. Ka’bah diserbu. Keluarga Zubak dan sahabatnya melarikan diri, sementara ibn Zubair sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada tahun 73 H / 692M.
Selain gerakan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol.
Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (98 - 101 H / 717 - 720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
Sepeninggal Umar ibn Abd al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abd al-Malik.
D.    Masa Keruntuhan Khilafah Bani Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1)      Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2)      Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3)      Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4)      Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5)      Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah
        Adapun sebab-sebab lain yang membawa kehancuran kekuasaan Bani Umayyah adalah:
1)      Perselisihan di antara para putra mahkota. Sebagian besar khalifah Bani Umayyah mengangkat lebih dari seorang putra mahkota. Biasanya, putra tertua diwasiatkan terlebih dahulu untuk menduduki takhta, setelah itu wasiat dilanjutkan kepada putra kedua dan ketiga atau salah seorang kerabat khalifah, seperti paman atau saudaranya. Pada kenyataannya, putra mahkota yang lebih dulu menduduki tahta cenderung mengangkat putranya sendiri untuk menjadi putra mahkota dengan menggeser atau menghapus kedudukan putra mahkota yang telah ditunjuk oleh khalifah sebelumnya. Akibatnya, putra mahkota yang tergeser merasa dendam kepada khalifah yang menggesernya. Perselisihan pun tidak dapat dihindari di antara mereka, apalagi dalam perselisihan ini para pendukung dan tentara juga selalu dilibatkan.
Dari empat belas khalifah Bani Umayyah, hanya dapat empat khalifah yang menjadikan anak mereka sebagai putra mahkota, yaitu Muawiyah, Yazid I, Marwan I, dan Abdul Malik. Namun, dalam praktiknya hal ini menimbulkan kekisruhan. Diawali oleh Marwan Bin Hakam yang mengangkat kedua putranya, Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai putra mahkota. Padahal, dalam pertemuan di al-jabiyah telah disepakati bahwa yang akan menggantikannya adalah Khalid bin Yazid lalu Amr bin Sa’id bin Ash. Abdul Malik mengikuti ayahnya dengan memecat Abdul Aziz sebagai calon penggantinya dan mengangkat anaknya, al-Walid I, lalu Sulaiman sebagai putra mahkota. Kebetulan Abdul Aziz lebih dahulu wafat dari Abdul Malik sehingga tidak terjadi konflik.
Saat menjadi khalifah, al-Walid I berusaha mencopot saudaranya, Sulaiman sebagai calon pengganti lalu mengangkat Abdul Aziz sebagai putra mahkota. Usaha ini mendapat dukungan dari beberapa panglima tentara. Namun, ketika Sulaiman menjadi khalifah, orang mendapat siksaan sebagai balas dendam. Konflik demi konflik terjadi sehingga stabilitas politik Khilafah Bani Umayyah menjadi terancam dan menuju kelemahannya.
2)      Permusuhan antar suku yang dihidupkan lagi di antara suku-suku Arab. Fanatisme kesukuan ini sebenarnya  telah berhasil dilenyapkan oleh Islam, khususnya dalam kasus antara Arab utara dan Arab selatan. Namun, pada masa Bani Umayyah fanatisme ini mucul kembali, terutama setelah kematian Yazid bin Muawiyah. Bangsa Arab selatan yang diwakili kabilah Qalb adalah pendukung utama Muawiyah dan Yazid I. Pasalnya, ibu Yazid I yang bernama Ma’sum berasal dari kabilah Qalb. Sepeninggal Yazid I penggantinya Muawiyah II ternyata ditolak oleh bangsa Arab utara yang diwakili oleh kabilah Qais. Sebaliknya, mereka mengakui abdullah bin Zubair sebagai khalifah.
Ketika terjadi pemberontakan antara kedau pihak kabilah Qalb dapat mengalahkan kabilah Qais yang mengantarkan Marwan I ke tahta kekilafahan. Pada masa pemerintahan al-Walid I, pengaruh Qais mencapai puncaknya atas jasa al-hajjaj, Muhammad bin Qasim (penakluk india) dan Qutaybah bin Muslim (penakluk Asia Tengah). Saudara al-Walid I, Sulaiman mendapat dukungan dari kabilah Qalb. Yazid II berada di bawah pengaruh Qais karena ibunya dari kabilah Qais seperti juga al-Walid II. Sementara itu Yazid III menggantungkan diri pada bagian kedua masa pemerintahan Bani Umayyah tampak lebih sebagai kepala kelompok tertentu daripada penguasa berdaulat atas kerajaan yang bersatu.
3)      Perlakuan diskriminatif terhadap golongan non-Arab atau Mawali. Orang Arab merasa diri mereka sebagai bangsa terbaik dan memandang bangsa Arab sebagai bangsa tertinggi. Fanatisme ini tentu saja mengundang kebencian penduduk non-Muslim dan Muslim non-Arab. Jumlah golongan Mawali dalam waktu tidak terlalu lama melebihi jumlah orang Arab Muslim. Dalam pandangan mereka, seluruh muslimin sejajar dimata Tuhan dan harus diperlakukan demikian oleh negara yang berdasarkan hukum Islam. Pndangan mereka ini didukung oleh orang arab sendiri  khususnya yang taat kepada ajaran Islam. Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa pada masa terjadinya konversi massal golongan non-Arab ke dalam Islam,  terlmbat memberikan respons terhadap perubahan yang memuculkan berbagai konsekuensi ini. Pasalnya mereka tetap bergantung kepada kelompok elite militer Arab yang eksklusif. Golongan Mawali hanya diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, dimana mereka hanya menduduki posisi bawah dalam setiap pemberontakan mereka senntiasa ikut ambil bagian.
4)      Moral kekuasaan ikut menentukan keruntuhan. Banyak khalifah yang tidak tahan dengan godaan dunia baik harta, tahta, maupun wanita. Kehidupan mereka banyak dihabiskan dengan berfoya-foya dengan menggunakan uang negara. Yazid II misalnya, banyak menghabiskan waktu dengan berburu dan minum anggur serta lebih sibuk dengan menikmati musik dan syair daripada dengan al-Quran dan urusan-urusan negara. Karena harta kekayaan melimpah dan jumlah budak berlebihan, hidup mereka menjadi tidak terkendali. Gaya hidup hura-hura sebagian khalifah  telah melemahkan semangat hidup masyarakat sekaligus mengundang antipati mereka.
5)      Kelemahan para khalifah pengganti. Khalifah Bani Umayyah yang tercatat sebagai terbesar dan memiliki kemampuan memimpin serta berhasil dalam kepemimpiannya adalah Muawiyah. Abdul Mali, al-Walid, Umar bin Abdul Aziz, dan Hisyam bin Abdul Malik. Selain yang lima para khalifah tidak memiliki kemampuan yang memadai. Ada di antara mereka yang diangkat secara terpaksa. Padahal yang bersangkutan tidak menghendakinya sehingga menyebabkan ia tertekan sampai menemui ajalnya. Ada juga yang karena ambisi menggebu-gebu untuk merebut kekuasaan tanpa bekal kemampuan memimpin sehingga yang terjadi adalah salah urus negara dan khalifahnya asyik terbenam dalam kenikmatan duniawi.
6)      Munculnya para pemberontak yang menggerogoti kekuasaan Bani Umayyah. Kemunculan Bani Umayyah ke panggung kekuasaan sejak awal telah mengundang kontroversi di kalangan kaum muslimin. Di antara mereka berpendapat bahwa tampuk kekhalifahan seharusnya diberikan kepada keturuanan nabi dalam hal ini keturunan Ali bin Abi Thalib  karena itu, kalangan pendukung Ali yang tergabung dalam kelompok Syiah menjadi oposan paling gigih dalam mengkonfrontasi kekuasaan Bani Umayyah. Hal itu diperparah oleh terbenuhnya al-Husein yang mengenaskan dalam perang karbela.
Kebencian Umayyah terhadap keluarga Ali juga tidak kepalang tanggung. Dalam setiap khotbah jumat, setiap khatib selalu menghujat kelompok Ali dan baru dihentikan semasa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, yang dipandang saleh dan adil dikalangan kawan maupun lawan. Kelompoh Syiah lain yang juga menjadi penentang keras Bani Umayyah adalah dari faksi pimpinan al-Mukhar.
        Kelompok Khawarij juga amat gigih menentang Bani Umayyah dan selalu memanfaatkan momentum tertentu untuk melakukan pemberontakan. Sejak selesainya perundingan Shiffin yang menghasilkan kesepakatan yang merugikan kelompok Ali, kaum Khawarij mulai membuat kubu di Kufah. Mereka melancarkan semangat permusuhan terhadap siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka termasuk dengan pendukung setia Ali dan apalagi Muawiyah. Oposan lainyang tidak mendapat perlakuan adil dari Bani Umayyah.
        Sementara yang paling akhir dan menentukan keruntuhan Bani Umayyah adalah keluarga Abbas yang melakukan aliansi dengan kubu Abu Muslim al-Khurasani dari Khurusan, Persia. Manuver-manuver politik mereka amat sistematis massif dan militan sehingga pada tahun 750 M keruntuhan Bani Umayyah mendapatkan momentumnya dalam sebuan besar-besaran ke Damaskus yang oleh Stephen Humphrey disebut sebagai “revolusi Abbasiiyah”.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Dari penjelasan-penjelasan yang telah disebutkan, maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan. Proses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya sendiri). Setelah wafatnya Utsman bin Afan maka masyarakat Madinah mengangkat sahabat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang baru. Dan masyrakat melakukan sumpah setia ( bai’at ) terhadap Ali pada tanggal 17 Juni 656 M / 18 Djulhijah 35 H.
            Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
            Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, dimana ia menghapus sistem tradisional yang cenderung pada kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.
            Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini mencapai banyak kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang mencapai wilayah Afrika Utara, India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah kedalam 10 provinsi, kemajuan bidang administrasi pemerintahan dengan pembentukan dewan-dewan, organisasi keuangan dan percetakan uang, kemajuan militer yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut, organisasi kehakiman, bidang sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur, dan dalam bidang pendidikan.
            Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.

B.     Saran
            Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami  telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya. Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak akan pernah ada habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari sejarah.
Sering kali kita lupa bahwa “meskipun” berkisah mengenai masa lampau, tapi sejarah begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui sejarah, kita belajar untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar menghargai tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa depan
            Islam merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah yang panjang. maka dari itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi menguatkan keteguhan dan rasa kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang kita peluk ini.








DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1993.
Saefuddin Buchori, Didin. Sejarah Politik Islam. Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009.
Rasyidi, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Armico, 1997.
Susmihara. Sejarah Islam Klasik. Yogyakarta: Ombak, 2013.
Http://jackbana.blogspot.com/2009/10/pendidikan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html



















1 komentar:

  1. WhatsApp 085 244 015 689
    Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D


    WhatsApp 085 244 015 689
    Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D






    WhatsApp 085 244 015 689
    Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D



    BalasHapus